Menurut tingkat pendidikan, mayoritas tenaga kerja IMK merupakan lulusan SD dan sederajat, yaitu sebesar 36,68%. Tingkat pendidikan rendah menggambarkan minimnya kapasitas pekerja.
Sementara itu, tenaga kerja IMK yang berpendidikan SMA/sederajat sebesar 22,58% dan hanya sebagian kecil yang berpendidikan Diploma I atau tingkat di atasnya (2,5%).
Mayoritas usaha IMK mempekerjakan tenaga kerja tidak dibayar, yaitu pemilik usaha dan pekerja keluarga. Jumlahnya mencapai sekitar 68,14%.
Industri makanan, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur), barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya, industri pengolahan tembakau, industri pakaian jadi, serta industri tekstil (KBLI 13) merupakan jenis industri dengan jumlah tenaga kerja tidak dibayar terbanyak. Secara agregat persentase jumlah tenaga kerja tidak dibayar pada kelima jenis usaha tersebut sebesar 79,56%. Tenaga kerja tidak dibayar perempuan lebih dominan, jumlahnya mencapai 54,83%.
BPS menyebut daya saing IMK masih relatif rendah. IMK masih tergolong sebagai usaha informal dengan produktivitas dan penggunaan teknologi rendah.
“IMK masih terkendala sejumlah masalah klasik seperti akses permodalan, pemasaran, bahan baku, bimbingan/ pelatihan, dan kemitraan. Oleh sebab itu, IMK belum mampu “naik kelas” dan mengisi hollow middle dalam struktur industri nasional, yakni sebagai penyokong industri besar dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tulis laporan Profil Industri Mikro dan Kecil 2022.
Usaha IMK terpusat di Pulau Jawa, yaitu sekitar 62,58% dari total usaha IMK di seluruh Indonesia. Provinsi dengan jumlah usaha IMK terbanyak adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, masing-masing sebesar 20,56%, 20,15%, dan 15,39%.
Jumlah usaha IMK di wilayah timur Indonesia merupakan yang paling sedikit, hanya 1,62%. Sementara provinsi dengan jumlah usaha IMK paling sedikit adalah Provinsi Kalimantan Utara, yaitu sebesar 0,12% dari total IMK nasional.
Berdasarkan kelompok industri, sebagian besar IMK merupakan usaha industri makanan dengan jumlah sebanyak 1,59 juta usaha, atau sebanyak 36,7% dari total seluruh jumlah usaha IMK. Industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur), barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya, serta industri pakaian menjadi jenis usaha IMK dengan jumlah terbanyak kedua dan ketiga. Jumlah usaha kedua industri tersebut masing-masing sebanyak 608.531 usaha (14,02%) dan 594.912 usaha (13,71%)
Pengusaha IMK yang menggunakan internet baru sebanyak 1,21 juta atau 27,97%. Sebagian besar IMK menggunakan internet untuk pemasaran.
Sekitar 44,07% usaha IMK di Indonesia dikelola secara tunggal, yaitu pemilik usaha merupakan satu-satunya pekerja. Apabila dilihat berdasarkan gender, pengusaha tunggal IMK perempuan lebih dominan, mencapai sebesar 70,26%.
Usaha IMK di Indonesia mayoritas dikelola oleh pengusaha berpendidikan rendah. Dari sebanyak 4,34 juta usaha IMK, sekitar 37,04% diantaranya dikelola oleh pengusaha berpendidikan SD dan sekitar 20,95% dikelola oleh pengusaha berpendidikan SMP/sederajat.
(aji)