Pandangan berbeda dilontarkan oleh ekonom dan analis Bahana Sekuritas. Situasi 2024 diperkirakan masih akan menyuguhkan banyak risiko yang bisa mengancam stabilitas nilai tukar. Inflasi harga pangan masih akan menjadi momok terbesar di mana gara-gara pangan inflasi IHK Indonesia naik dua bulan berturut-turut. Bahkan inflasi volatile food mencatat lonjakan hampir 8% bulan lalu.
Perkiraan ekonom, inflasi 2024 akan tetap tinggi terutama pecahnya rekor harga beras Thailand ke level termahal dalam 15 tahun terakhir. Selain itu, narasi bank sentral global 'higher for longer' juga menyodorkan dampak tersirat bahwa tingkat imbal hasil obligasi negara-negara maju masih berpotensi memicu arus keluar modal dari pasar negara berkembang. Situasi itu membuat kondisi ketidakpastian yang membutuhkan antisipasi.
"Kami tetap berpandangan bahwa ada lebih banyak risiko di masa depan, oleh karena itu akan lebih bijaksana bila BI tetap membuka opsi terkait potensi kenaikan suku bunga. Kami tetap memperkirakan BI rate masih berpeluang naik lagi 50 bps menjadi 6,5% pada tahun depan," kata Satria Sambijantoro dan Drewya Cinantyan, ekonom Bahana Sekuritas dalam catatannya hari ini.
Dalam paparannya usai menggelar Rapat Dewan Gubernur kemarin, Gubernur BI Perry Warjiyo tidak menampik ada peluang penurunan bunga acuan pada 2024, secepatnya di separuh kedua. Namun, Perry juga menggarisbawahi, BI membutuhkan waktu lebih lama untuk benar-benar memastikan inflasi terkendali mengingat saat ini tekanan harga pangan sudah mulai 'mengancam'. BI ingin memastikan sasaran inflasi 2024-2025 di angka 1,5-3,5% bisa tercapai.
"Yang kami lihat adalah tercapainya sasaran inflasi dengan perkembangan nilai tukar yang stabil, probabilitas inflasi yang rendah dalam sasaran bisa semakin besar. Perkiraan kami inflasi bisa dipastikan 2,5% plus minus 1, itu bisa dipastikan di bawah 2% tapi risiko nilai tukar dan risiko-risiko lain mulai bisa kita pastikan pada semester II-2024. Jadi, bila ada ruang terbuka pada semester II-2024, itu bukan karena kami ikuti FFR, bila memang rupiah menguat lebih cepat dan inflasi lebih rendah [maka] ada saja ruang-ruang [penurunan BI rate] terbuka," jelas Perry di hadapan para jurnalis.
Dalam perhitungan BI, The Fed baru akan menurunkan bunga pada semester II tahun depan sebanyak 50 bps, lebih rendah dibanding prediksi pasar. Perkiraan itu didasarkan pada analisis fundamental perekonomian AS yang sampai saat ini masih terlihat lebih kuat ketimbang prediksi.
"Yang pasti FFR sudah di puncak, tidak akan naik lagi, jadi di semester I-2024 The Fed kemungkinan masih mempertahankan bunga untuk memastikan perekonomian AS soft landing," kata Perry.
(rui)