Sekadar catatan, RSPO didirikan pada April 2004 dan adalah sertifikasi berkelanjutan global pertama untuk komoditas kelapa sawit. Ini adalah bentuk tata kelola global yang melibatkan WWF, Unilever, Migros (perusahaan ritel terbesar di Swiss), AAK (salah satu produsen minyak dan lemak nabati terbesar di dunia), dan Malaysian Palm Oil Association (MPOA).
RSPO menyatukan pemangku kepentingan dari tujuh sektor industri yang berbeda, yaitu produsen, pengolah atau pedagang, produsen barang konsumen, pengecer, bank/investor, dan LSM lingkungan & sosial. RSPO juga memantau kepatuhan-kepatuhan pihak ketiga terhadap Standar RSPO, terutama yang berkaitan dengan kinerja lahan, aspek sosial dan lingkungan.
Sementara itu, ISPO diluncurkan pada 2011 dan merupakan skema pemerintah dengan dukungan kuat dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Dalam praktiknya, ISPO menggabungkan beberapa peraturan pemerintah tentang produksi kelapa sawit menjadi satu instrumen.
“Jika mengacu pada persyaratan dokumen untuk audit sertifikasi, sangat mungkin untuk menyelaraskan proses sertifikasi RSPO dan ISPO,” ungkap Faisol.
ISPO sudah memperbarui standarnya dan terbuka untuk memasukkan beberapa elemen prinsip yang sudah ada dalam RSPO ke dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 38/2020 tentang Sertifikasi ISPO, seperti konsep High Conservation Value (HCV) dan ketertelusuran rantai pasokan.
Penelitian CIPS terbaru merekomendasikan, ada beberapa perubahan terhadap Permentan No. 38/2020 yang dapat dilakukan untuk mengakomodasi lebih banyak petani swadaya dan meningkatkan serapan mereka ke dalam sertifikasi ISPO.
Pertama, dalam konteks legalitas lahan, pengelolaan dan kepatuhan terhadap peraturan, ISPO dapat mengikuti fleksibilitas standar RSPO dengan mengakui surat pernyataan atau sumpah dari kepala desa sebagai bukti kepemilikan tanah.
Sementara itu, jika petani kecil tidak membawa sertifikat tanah (SHM) saat audit sertifikasi, mereka dapat diizinkan untuk menggunakan surat dari Dinas Perkebunan setempat selama audit jika dokumen Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STD-B) (STDB) dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) masih dalam proses.
Kedua, Pasal 11 Ayat 2 mengatur bahwa petani kecil dapat mengajukan sertifikasi ISPO secara individu atau kelompok. Namun, dalam Prinsip 2 tentang penerapan praktik pertanian yang baik, petani kecil dianggap tidak memenuhi syarat untuk sertifikasi jika dia tidak dapat menunjukkan bahwa dia adalah anggota dari koperasi atau kelompok petani kecil lainnya.
"Jika pemerintah bertujuan untuk mengorganisir praktik petani kelapa sawit di dalam negeri menjadi koperasi daripada individu untuk tujuan ketertelusuran, klausul ini harus konsisten dengan RSPO Principles and Criteria atau P&C," tutur Faisol.
Harmonisasi RSPO dan ISPO akan meningkatkan ketertelusuran dari lahan hingga produk akhir yang dikonsumsi oleh konsumen (farm to fork).
RSPO sampai saat ini, masih menjadikan ketertelusuran dari pabrik pengolahan tandan buah segar (TBS) dapat dilengkapi dengan ISPO yang ketertelusuran dimulai sejak di lahan sebagai persyaratan.
Produksi CPO tahunan Indonesia yang hanya mencapai 46,72 juta ton pada 2022, lebih rendah dari produksi tahun sebelumnya sebanyak 46,88 juta ton, menurut laporan Gapki.
Capaian tersebut juga memarkahi tahun ke-4 berturut-turut di mana produksi cenderung terus turun/stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia.
(rez/wdh)