"Setiap penurunan pertumbuhan ekonomi 1% di China akan menurunkan 0,3% ekonomi Indonesia," ungkap Chatib.
Risiko lain adalah konflik Israel dengan kelompok Hamas yang belum usai. Konflik di Timur Tengah selalu melahirkan risiko lonjakan harga minyak.
Namun sejauh ini posisi Indonesia masih aman. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) cukup sehat dan bisa menampung kenaikan harga minyak tanpa harus menaikkan harga jual BBM dalam negeri.
"Defisit APBN sampai November relatif kecil. Artinya kalau harga minyak sampai US$ 146/barel pun rasanya pemerintah tidak akan pass-on ke konsumen," jelasnya.
Risiko berikutnya, demikian Chatib, adalah fenomena El Nino. Ini membuat harga pangan masih akan bertahan di level tinggi dan sangat membebani masyarakat miskin.
"Dampak kenaikan harga beras sangat signifikan bagi vulnerable group. Cakupan program bantuan pangan dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) saya kita bisa diperluas," sebutnya.
(aji)