Terlebih ketika suku bunga penjaminan simpanan di BPR dikerek lagi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi 6,75%, yang berlaku efektif mulai 1 Maret hingga 31 Mei 2023. Tingkat bunga penjaminan setinggi itu melampaui bunga penjaminan deposito bank umum yang sebesar 4,25% dan deposito valas 2,25%. Menariknya, tingkat bunga simpanan di BPR itu bahkan mengalahkan tingkat kupon instrumen investasi fixed income seperti sukuk ritel dan saving bond ritel.
Sukuk ritel misalnya yang mulai ditawarkan hari ini hingga 29 Maret nanti, dengan tawaran kupon 6,25% untuk sukuk ritel bertenor 3 tahun dan 6,40% untuk yang bertenor lima tahun. Tingkat imbal hasil yang diberikan untuk saving bond ritel Januari lalu juga masih di bawah bunga deposito BPR, yaitu di kisaran 6,15%-6,35% per tahun.
Deposito jadi Andalan BPR Menarik Dana
Mengutip data Statistik Perbankan Indonesia, hingga November 2020 lalu, total dana masyarakat yang disimpan di produk deposito BPR adalah Rp 85,75 triliun, naik 8,41% dibandingkan November 2021. Produk deposito masih menjadi penyangga utama Dana Pihak Ketiga (DPK) BPR dengan proporsi mencapai 69% dari total DPK sebesar Rp 124,75 triliun.
Adapun rata-rata bunga deposito yang ditawarkan oleh BPR per November lalu mencapai 5,58% dan 2,36% untuk produk tabungan biasa, ketika posisi bunga penjaminan LPS dipatok sebesar 6,25%. Buntut dari tawaran bunga deposito nan tinggi membuat BPR membanderol mahal bunga pinjaman mereka, sebesar 22,6% untuk kredit modal kerja, kredit investasi (20,6%) dan kredit konsumsi (20,59%).
Data yang dirilis oleh LPS pada 23 Februari memberi gambaran lebih mutakhir tentang kondisi simpanan masyarakat di BPR. LPS mencatat, sampai Desember 2022, total dana masyarakat di BPR mencapai Rp 153,6 triliun, naik 10% year-on-year. Adapun jumlah total simpanan di BPR mencapai 15,35 juta rekening.
Sebanyak 70,5% dari total simpanan di BPR atau setara Rp 108,3 triliun adalah simpanan di produk deposito yang terbagi dalam 727.997 rekening atau hanya 4,7% dari total jumlah rekening simpanan di BPR.
LPS mencatat, cakupan nominal simpanan yang dijamin di BPR mencapai Rp 145,3 triliun atau setara 94,6% dari total dana pihak ketiga di bank rakyat. Sekitar 99,98% mendapatkan jaminan penuh LPS, sementara sisanya dijamin sebagian sampai Rp 2 miliar.
Jumlah BPR peserta penjaminan LPS sampai akhir tahun lau mencapai 1.608 bank, terdiri atas 1.441 BPR konvensional dan 167 BPR syariah.
Dengan tawaran bunga simpanan begitu tinggi, apakah kondisi likuiditas BPR masih aman? Sampai November lalu, tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mengukur kesehatan likuiditas bank rakyat berada di angka 76,63%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 74,63%. Tingkat LDR itu masih di bawah ketentuan regulator sebesar 78%-102%. Artinya, bila LDR di bawah batas bawah, terindikasi fungsi intermediasi bank kurang optimal.
Deposito BPR vs Sukuk Ritel, Lebih Untung Mana?
Penelusuran Tim Riset Bloomberg Technoz, tawaran bunga deposito di beberapa BPR saat ini sudah jauh di atas rata-rata bunga deposito BPR secara nasional pada November tahun lalu. Ambil contoh Universal BPR yang berkantor pusat di Bintaro, Tangerang Selatan.
Bank rakyat ini menggandeng figur publik Rhenald Khasali sebagai brand ambassador. Tawaran bunga deposito Universal mulai 5,75% hingga 6,5% untuk dana kurang dari Rp 100 juta dengan tenor 1-24 bulan. Sedang untuk dana di atas Rp 100 juta, Universal memberi bunga mulai 6% hingga 6,5%. Masih di bawah batas penjaminan LPS.
Bila nasabah menempatkan dana sebesar Rp 300 juta di deposito BPR tenor 3 bulan dengan bunga 6,5% selama 1 tahun dengan sistem automatic rollover (ARO). Maka, dengan menghitung pajak bunga 20%, nasabah bisa menikmati imbal hasil bersih Rp 15,9 juta sehingga di akhir periode tenor, dana nasabah menjadi Rp 315,9 juta.
Bila diasumsikan simpanan terus di-rollover selama 3 tahun, maka keuntungan bersih deposito tenor 3 bulan itu mencapai Rp 50,29 juta. Alhasil, di akhir tenor, nasabah mendapatkan Rp 350,29 juta. Hitungan rata-rata keuntungan bulanan sebesar Rp 1,39 juta selama 3 tahun.
Bagaimana dengan sukuk ritel? Mengacu tawaran SR018-T3 yang dengan tingkat kupon 6,25% dan diasumsikan hold to maturity (memegang unit hingga jatuh tempo), apabila seorang investor menginvestasikan Rp 300 juta maka pendapatan kupon yang dikantongi mencapai Rp 1,4 juta per bulan. Di akhir periode, dana Rp 300 juta akan dikembalikan pada investor. Jadi, total pendapatan kupon bersih yang diterima selama memegang unit sukuk ritel hingga akhir periode mencapai Rp 50,62 juta.
Perhitungan |
Nilai |
|
Nilai investasi |
Rp 300.000.000 |
|
Kupon/Tahun |
Rp 300 juta x 6.25% |
Rp 18.750.000 |
Pajak/tahun |
Rp 18,75 juta x 10% |
Rp 1.875.000 |
Kupon bersih/Tahun |
Rp 18,75 juta - Rp 1,875 juta |
Rp 16.875.000 |
Kupon bersih/Bulan |
Rp 16,875 juta : 12 |
Rp 1.406.250 |
Dari sini bisa disimpulkan, membiakkan dana di sukuk ritel walaupun imbal hasil lebih rendah dalam ilustrasi di atas, hasilnya sedikit lebih menguntungkan. Salah satu penyebabnya adalah beban pajak yang lebih kecil. Pajak bunga deposito mencapai 20%, bandingkan dengan pajak kupon sukuk yang cuma 10%.
Adapun bila melihat efektivitasnya sebagai instrumen investasi untuk melawan inflasi, selisih antara bunga deposito BPR maupun tingkat kupon sukuk ritel, jaraknya tidak terlalu lebar. Inflasi Februari tercatat 5,47%.
Namun, cerita bisa berbeda bila nasabah menempatkan dana di deposito dengan bunga lebih tinggi. Sebuah bank rakyat di Sidoarjo, Jawa Timur, BPR Puridana Arthamas memberikan bunga hingga 8,75% untuk simpanan di atas Rp 200 juta. Tingkat bunga itu tidak mendapatkan perlindungan LPS. Bila diasumsikan nasabah menempatkan Rp 300 juta di deposito tenor 3 bulan dan rollover 3 tahun, ia bisa mengantongi keuntungan bersih Rp 69,43 juta.
Namun, perlu dicatat, bila bunga deposito melampaui penjaminan LPS, itu artinya bila suatu ketika terjadi masalah pada bank tersebut, dana nasabah di deposito tersebut bisa terancam karena tidak dijamin. Selain itu, menempatkan dana di deposito juga mengharuskan nasabah mengunci dana sesuai pilihan tenor. Bila di tengah masa tenor deposito dicairkan, nasabah bisa terkena penalti. Berbeda dengan sukuk ritel yang memberikan dua pilihan cara investasi di mana investor tidak harus memegang sampai jatuh tempo.
Investasi di sukuk ritel sama halnya berinvestasi di obligasi korporat atau obligasi pemerintah, bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, hold to maturity atau memegang hingga jatuh tempo dan menikmati pendapatan kupon setiap bulan. Kedua, menjualnya di pasar sekunder saat belum jatuh tempo dengan potensi keuntungan (capital gain) bila harga sukuk ritel di pasar tengah naik, atau bisa juga rugi dari sisi harga bila harganya tengah turun di pasar sekunder.
(rui/aji)