Dalam perhitungan BI, The Fed baru akan menurunkan bunga pada semester II tahun depan sebanyak 50 bps, lebih rendah dibanding prediksi pasar. Perkiraan itu didasarkan pada analisis fundamental perekonomian AS yang sampai saat ini masih terlihat lebih kuat ketimbang prediksi.
"Yang pasti FFR sudah di puncak, tidak akan naik lagi, jadi di semester I-2024 The Fed kemungkinan masih mempertahankan bunga untuk memastikan perekonomian AS soft landing," kata Perry.
Ancaman Harga Pangan
Harga pangan memberi tekanan pada inflasi Indeks Harga Konsumen dua bulan terakhir. Laporan Badan Pusat Statistik mencatat, inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) melonjak hingga 7,59% year-on-year akibat faktor musiman yang mempengaruhi produksi dan distribusi komoditas pertanian.
Akibatnya inflasi IHK naik dua bulan berturut-turut dan terakhir ada di angka 2,86% year-on-year pada November. dan 0,38% month-to-month, tertinggi sepanjang 2023. "BI akan mencermati risiko inflasi utamanya dari harga pangan sehingga perlu penguatan bauran kebijakan moneter dan sinergisitas pusat dan daerah," kata Perry.
Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk memastikan inflasi harga pangan terkendali adalah sampai semester II-2024 dan itu akan menjadi bekal asesmen penentuan BI rate. Alhasil, paling cepat penurunan bunga acuan akan terjadi pada separuh kedua tahun depan.
Impor Beras dan Gula Rekor
Lonjakan harga pangan bukan hanya dirasakan dampaknya oleh Indonesia. El Nino mengganggu pasokan pangan global di mana harga beras di pasar dunia bahkan menyentuh level termahal dalam 15 tahun terakhir atau sejak Oktober 2008.
Kebijakan proteksionisme beberapa negara eksportir beras utama seperti India juga semakin membuat harga makanan pokok itu melambung.
Bagi Indonesia, lonjakan harga pangan global itu juga membebani risiko imported inflation yang bisa berdampak pada neraca dagang.
Pada November lalu, nilai impor barang konsumsi Indonesia naik 10,9% year-on-year menjadi US$20 miliar. Beras dan gula mencatat lonjakan nilai dan volume impor yang luar biasa.
Per November, volume impor beras bulanan meningkat ke level tertinggi dalam 10 tahun terakhir, mencapai 433.000 ton sehingga total impor beras tahun ini menembus 2,2 juta ton. Itu adalah rekor nilai impor beras terbesar sepanjang sejarah republik melampaui rekor yang pernah tercapai sebelumnya pada 2018.
Bukan hanya beras, gula pun mencatat tren serupa. "Gula telah melampaui beras sebagai komoditas dengan pertumbuhan harga paling tajam pada 2023. Berdasarkan nilai, impor gula dari tahun ke tahun juga meningkat dua kali lipat lebih mahal dibanding impor beras," kata Putera Satria Sambijantoro dan Drewya Cinantyan, ekonom dari Bahana Sekuritas dalam catatannya.
Nilai impor gula RI mencapai US$2,54 miliar sementara beras nilai impornya menembus US$1,45 miliar.
Bukan hanya karena lonjakan harga saja yang membuat nilai impor melesat. Dari sisi volume, impor dua komoditas itu juga terlihat semakin besar. Menurut ekonom, itu tidak bisa dilepaskan dari semakin dekatnya jadwal Pemilu dan Pilpres 2024.
"Volume impor beras biasanya melonjak setahun sebelum Pemilu karena pemerintah menambah stok beras dalam negeri untuk program bantuan sosial," jelas Satria.
(rui/aji)