"Sedangkan 20% sisanya dibagi untuk jemaah tunggu (waiting list) yang jumlahnya mencapai 5,3 juta orang," rinci Zaky.
Zaky menegaskan, selama ini, pengelolaan dana haji oleh BPKH tetap berdasarkan ketentuan yang diamanatkan dalam UU 34 tahun 2014 tentang Keuangan Haji. Pengelolaan, kata dia, dilakukan asas prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.
Dalam konteks pengelolaan keuangan haji, sambung Zaky, BPKH juga berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji sesuai prinsip syariah. Selain itu, BPKH juga berwenang melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan keuangan haji.
BPKH, lanjut Zaky, juga telah membentuk anak perusahaan dengan nama Syarikah BPKH Limited. Anak perusahaan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat finansial maupun efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji.
“Nantinya BPKH Limited akan berinvestasi untuk mendukung ekosistem haji. Mulai dari hotel, katering untuk haji dan umrah, fasilitas akomodasi, mengelola turis, jasa layanan apartemen, dan lainnya,” tegas dia.
Sebelumnya, calon jemaah haji diusulkan wajib melakukan setoran awal biaya haji antara Rp45 hingga Rp50 juta, dan akan digulirkan mulai tahun depan. Wacana tersebut dibenarkan Kementerian Agama (Kemenag).
"Sejauh ini usulan yang dominan mengemuka setoran awal biaya haji (menjadi) Rp45-50 juta," ujar Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu (Sihdu) Kemenag, Jaja Jaelani kepada Bloomberg Technoz, Senin (18/12/2023).
Namun demikian, Jaja menyebut angka tersebut masih sebatas usulan, yang tentunya akan kembali dibahas bersama DPR untuk keputusan akhirnya. Jaja menyebut sejauh ini usulan kenaikan masih berdasarkan usulan masing-masing individu, mulai dari Kementerian Agama, Komisi VIII dan juga BPKH.
(ain)