Selain itu, kata Hary, sekitar 1 MegaWatt (MW) listrik dari pembangkit tenaga bayu (PLTB) setidaknya membutuhkan sekitar 1,5 ton tembaga. Kemudian, pada 1 MW pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) setidaknya dibutuhkan sekitar 5,5 ton tembaga.
"Tentunya kita harus punya cadangan tembaga yang cukup kalau memang EV ini ke depan akan jadi salah satu tulang punggung dari transisi kita ke depannya."
Jadi Berkah Positif
Meski saat ini pasokan tembaga diwanti-wanti berkurang lantaran adanya isu penutupan tambang Panama hingga pengurangan produksi Anglo American, analis komoditas sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaib menilai justru hal tersebut dinilai jadi berkah positif.
Menurutnya, sentimen tersebut bisa mengerek harga tembaga menjadi bernilai ekonomis bagi perusahaan yang membutuhkan komoditas tersebut. Terlebih, dengan adanya tren EV ke depan, maka permintaan komoditas ini pasti naik signifikan.
Ibrahim pun memastikan bahwa para produsen tambang tembaga telah mengantisipasi kemungkinan adanya risiko pengurangan dengan menyetok produksi dalam jumlah yang besar.
"Misalnya gini, kebutuhan tembaga dalam 1 tahun 100 ton, [...] China hanya melakukan impor jadi hanya 20%, sehingga tembaga-tembaga di perusahaan ini banyak yang stok besar-besaran [karena tidak terserap]. Lalu pada 2024, [China] mengalami penggeliatan ekonomi ini, kenaikan [harga] tembaga [jadi] tidak terlalu signifikan. Karena apa? perusahaan-perusahaan itu sudah mempunyai stok yang cukup banyak," ujarnya saat dihubungi, Rabu (20/12/2023).
"Jadi jangan dikatakan bahwa perusahaan tambang ini akan mengurangi produksi, tidak. Produksi tetap jalan terus, tetapi mereka akan menyetok tembaga yang cukup besar, sehingga pada saat permintaan ekonomi menggeliat 2024, mereka tinggal pilih. Kehabisan stok itu tidak mungkin," ujarnya.
(ibn/wdh)