Dengan nantinya efektif terjadi pencabutan pencatatan saham pada April 2024, maka status saham META sebagai perusahaan yang delisting tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Dengan demikian, para pemegang saham tidak dapat lagi menjual sahamnya di BEI.
Adapun, dalam RUPSLB Nusantara Infrastructure (META) kemarin terdapat tiga mata acara penting. Pertama, penambahan modal untuk anak usaha. Kedua, rencana go private dan ketiga terkait dengan perubahan seluruh ketentuan anggaran dasar Perusahaan sehubungan dengan rencana go private.
Dalam RUPSLB tersebut juga menyetujui harga tender offer terkait rencana go private perusahaan di angka Rp250.
Hingga Desember 2023, dua pemegang saham terbesar META masih digenggam oleh PT Metro Pacific Tollways Indonesia dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), masing-masing mengantongi saham sebanyak 13.220.263.850 (74,65%) dan 1.451.267.500 (8,19%).
Sementara itu, sisanya dipegang oleh masyarakat mencapai 2.650.691.729 saham, atau sama dengan 14,97%.
Mencermati lebih jauh, META tercatat listing perdana pada 18 Juli 2001 dengan menerbitkan dan menawarkan 60 juta saham kepada masyarakat, dan berhasil meraup dana mencapai Rp12 miliar.
Dalam perjalanannya saham META pernah melakukan berbagai aksi korporasi, seperti menerbitkan saham baru melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Dengan menerbitkan 8,5 miliar saham baru di harga Rp88.
Perusahaan juga pernah melaksanakan penggabungan saham atau Reverse Stock Split dengan rasio 1:2 pada 2010 silam.
Sejak resmi mencatatkan sahamnya di papan perdagangan Bursa Efek Indonesia, saham META sempat menyentuh level tertinggi Rp535 pada 28 September 2007.
Namun jauh sebelum itu, saham META pernah bergejolak tinggi sampai menempatkan diri di level harga terendah sepanjang masa di Rp41 pada tanggal 31 Maret 2003 hingga saat ini.
Posisi sebelum suspen dan jelang go private, harga saham META parkir di harga Rp238. Dengan market cap atau kapitalisasi pasar sebesar Rp4,21 triliun.
(fad/aji)