Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kalangan analis mengestimasikan harga nikel memasuki 2024 cenderung tidak akan menguat terlalu tajam, seiring dengan kondisi kelebihan pasokan besar-besaran di tingkat global, khususnya akibat banjir suplai dari Indonesia. 

Analis komoditas sekaligus pendiri Traderindo Wahyu Tri Laksono menyebut pada akhir tahun hingga kuartal I-2024, rerata harga nikel kemungkinan besar masih akan bergerak di kisaran US$15.000—US$17.000 per metrik ton (mt).

“Harga nikel anjlok selama sebagian besar tahun ini, mengisap momentum teknikal. Saat ini harga nikel di bawah US$18.000/mt, nikel turun sebesar 45% pada awal Januari dan tingkat support grafik yang menantang dari akhir 2021 mendekati US$16.000/mt,” ujarnya, Rabu (20/12/2023).

Secara umum, sambungnya, outlook harga komoditas logam dunia masih akan tertekan tahun depan. Bagaimanapun, untuk 2024, ada secercah harapan bagi komoditas yang didukung secara fundamental dari kebijakan moneter global, khususnya Federal Reserve.

“Inilah salah satu faktor fundamental utama yang bisa mendukung komoditas, termasuk nikel. Nikel sebenarnya telah menjadi logam dengan kinerja terburuk di LME [London Metal Exchange] sepanjang tahun ini, dengan harga turun sekitar 45,70% sejak awal tahun,” jelasnya.

Perdagangan nikel di LME mulai normal./dok. Bloomberg

Ledakan Produksi

Selain itu, kata Wahyu, pasar nikel global juga sedang memasuki periode kelebihan pasokan besar-besaran berkat ledakan produksi Indonesia. Harga pun terus mengarah ke level yang lebih rendah. 

Menurut International Nickel Study Group (INSG), pasar nikel global bergerak ke surplus pada Mei tahun lalu. Prediksi terbaru INSG adalah pasokan akan melebihi permintaan sebesar 223.000 mt tahun ini setelah surplus 104.000 mt pada 2022. Celah tersebut diperkirakan akan melebar menjadi 239.000 mt tahun depan.

Kelebihan pasokan kumulatif relatif besar terhadap ukuran pasar global. INSG menghitung konsumsi global 2,95 juta ton tahun lalu.

Akan tetapi, Wahyu mengatakan permintaan nikel diperkirakan akan meningkat kuat dalam beberapa tahun mendatang berkat penggunaan logam dalam baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).

“Hanya saja, pasokan akan tumbuh lebih cepat lagi seiring Indonesia membangun kapasitas pemrosesan yang semakin besar dalam upayanya menjadi pusat global untuk bahan baterai EV,” ujarnya. 

Daftar produsen nikel. (Sumber: Bloomberg)


Berbeda perspektif, Kalangan pengusaha pemasok mineral justru memproyeksikan harga nikel bakal kembali mengganas pada 2024, berbalik dari tren pelemahan sepanjang tahun ini. 

Ketua Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu Bara Indonesia Anggawira mengatakan pemerintah mesti mengantisipasi potensi melonjaknya harga nikel tahun depan, lantaran kenaikan tersebut bisa turut mengerek biaya operasi tambang.

“Kalau kita lihat, pertumbuhan dari tahun kemarin, ada kenaikan 5% sampai 10%. [...] Dinamika itu yang memang terus menerus harus dicarikan solusi karena ada disparitas antara harga dalam negeri dan harga di luar negeri,” ujarnya saat ditemui di sela Indonesia Mining and Energy Solution (IMEC), Selasa (19/12/2023).

Dengan demikian, Angga mengatakan, pemerintah mesti harus memikirkan jalan tengah agar tidak terjadi pelebaran disparitas harga sejalan dengan tren kenaikan komoditas mineral logam tersebut.

“Perlu ada rumusan untuk bisa mengakomodasi biaya produksi yang dilakukan para penambang,” ujar dia.

Saat ini, harga nikel sendiri terbilang cukup rendah dan melemah. Pada penutupan perdagangan pekan lalu, harga nikel di LME turun 0,54% ke level US$16.431,00/ton.

Pelemahan harga nikel tersebut terjadi di tengah lesunya permintaan nikel dari China, sebagai salah satu negara importir nikel terbesar dunia.

(wdh)

No more pages