Pun demikian, Zuhdi menggarisbawahi, terdapat risiko ke atas atau upside risk yang dapat mengerek harga minyak ke kisaran US$75—US$80 per barel, seperti konflik geopolitik dan potensi penurunan suku bunga global pada 2024.
“Awal tahun, kemungkinan [harga minyak] akan bertahan di level saat ini karena ada tensi yang terjadi di Terusan Suez. Pada 2024 pun, ada kemungkinan dampak penurunan suku bunga ter-offset dengan keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi secara sukarela lagi sebanyak 2,2 juta barel per hari [bpd].”
Harga minyak hari ini naik ke level tertinggi dalam lebih dari dua pekan, dipicu meningkatnya serangan terhadap kapal-kapal di sepanjang jalur pelayaran utama Laut Merah. Hal itu mengakibatkan sejumlah perusahaan pelayaran dunia menghindari kawasan tersebut.
Harga West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari naik 1,3% menjadi ditetapkan pada US$73,44 per barel di New York. Kontrak Februari yang lebih aktif ditetapkan pada US$73,94. Sementara itu, Brent untuk penyelesaian Februari naik 1,6% menjadi ditetapkan pada US$79,23 per barel.
Meningkatnya serangan oleh pasukan Houthi yang didukung Iran di Yaman telah memperkuat pemulihan harga minyak yang sempat turun ke level terendah dalam lima bulan minggu lalu akubat tanda-tanda peningkatan produksi.
Gangguan paling nyata terhadap aliran energi sejak perang Israel-Hamas tersebut mendorong Amerika Serikat (AS) membentuk satuan tugas maritim baru guna melindungi kapal-kapal komersial.
nalis Jefferies dalam sebuah catatan mengatakan sekitar 8% minyak mentah dunia transit melalui Terusan Suez, memberikan tekanan pada penggunaan tanker jika kapal terpaksa mengambil rute yang lebih panjang melalui sekitar Afrika Selatan.
Sementara itu, John Driscoll, direktur dan pendiri JTD Energy Services Pte Ltd yang berbasis di Singapura, berpendapat gangguan pada jalur perdagangan utama cenderung bersifat jangka pendek. Kemungkinan besar AS akan mengambil tindakan militer yang lebih tegas untuk mengatasi ketegangan ini.
(wdh)