"Harapan pelaku pasar yang utama adalah kenaikan suku bunga The Fed terhenti, dan hal ini harusnya bisa membuat BI rate juga tidak naik lagi," ujar William kepada Bloomberg Technoz, Selasa (19/12/2023).
Mantan Technical Analyst PT Panin Sekuritas Tbk ini menambahkan, jika kondisi ekonomi domestik terus membaik dan tingkat inflasi mulai menurun, bank sentral sangat mungkin mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga acuan.
"Sangat mungkin (suku bunga acuan) turun, karena langkah pertama adalah mengimbangi The Fed, selebihnya adalah faktor dari dalam negeri," kata William.
Sebelumnya, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basispoin (bps) dari level 5,75% ke level 6%. Kebijakan ini ditetapkan untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
“Rapat Dewan Gubernur BI pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI seven days reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 6%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25% dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur, Kamis (19/10).
Perry menjelaskan, selain memperkuat stabilisasi rupiah, kenaikan suku bunga juga dilakukan sebagai langkah pencegahan di masa mendatang untuk memitigasi dampak terjadinya inflasi barang impor. "Sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3% plus minus 1% pada 2023 dan 2,5% plis minus 1% pada 2024," kata Perry.
Dalam pertemuan dewan rapat kebijakan bank sentral AS atau Federal Open Market Committee (FOMC) pekan lalu, The Fed mengisyaratkan akan memperlambat kenaikan suku bunga. Kendati demikian, Ketua The Fed Jerome Powell secara eksplisit mengatakan bahwa pelonggaran kebijakan tidak akan dilakukan. "Kami tidak berbicara tentang penurunan suku bunga," kata Powell.
Bank sentral berpotensi baru akan menurunkan suku bunga pada Juni tahun depan. Menurut Satria, dengan suku bunga AS yang tetap tinggi pada level 5,5% di masa mendatang, pergerakan negara-negara berkembang akan tetap tertahan.
(lav)