Berdasarkan kemurniannya, nikel dapat dikategorikan ke dalam Kelas 1 atau nikel sulfat – dengan kandungan nikel lebih tinggi dari 99,8% – yang digunakan dalam pembuatan baterai, dan Kelas 2 atau feronickel (Fe), nickel pig iron (NPI) – dengan kandungan nikel lebih rendah dari 99,8% – yang sebagian besar digunakan sebagai bahan baku paduan logam dalam produksi baja.
Secara umum, ada dua proses produksi nikel utama yang diterapkan di Indonesia, yakni; proses tanur listrik tanur putar (RKEF) dan proses pelindian asam bertekanan tinggi (HPAL).
Kini, Indonesia sendiri tengah memperluas kapasitas pembuatan nikel Kelas 1 seiring dengan meningkatnya permintaan dari produsen baterai global. Hal itu ditandai dengan makin masifnya investasi smelter HPAL di dalam negeri.
Investasi Smelter
Direktur Hilirisasi Mineral dan Batu Bara Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Hasyim Daeng Barang mengatakan, hingga saat ini, realisasi investasi smelter di Indonesia sepanjang tahun berjalan telah mencapai Rp151 triliun.
Dari total itu, kucuran modal untuk smelter nikel menempati posisi terbanyak yakni sebesar Rp97 triliun, diikuti dengan bauksit Rp7,1 triliun, dan tembaga Rp74 triliun.
“Saat ini pengembangan investasi industri hilir nikel pada 2021 di angka US$20 miliar, terdiri dari investasi pirometalurgi RKEF US$13,75 miliar dan HPAL di angka US$5,8 miliar,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Dengan angka itu, Hasyim mengatakan, sebagai penambang nikel terbesar di dunia, Indonesia masih belum cukup memaksimal potensi nikel Kelas 1 di kancah global.
“Kita memiliki cadangan nomor 1 terbanyak di dunia. Namun, di rantai pasok nikel dunia, kita belum mampu menjadi pemain eksportir nikel sulfat, baik itu dengan prekursor sampai ke produk akhirnya. Kita lihat kita belum bisa bermain di situ, padahal kita punya cadangan nikel terbesar.”
Dari sisi harga, nikel melemah bersama tembaga awal pekan ini, Senin (18/12/2023), setelah dua pejabat Federal Reserve menolak ekspektasi bahwa bank sentral akan menurunkan suku bunga AS secepatnya pada bulan Maret.
Fed yang lebih dovish akan memperkuat prospek logam dasar, serta melemahkan dolar AS. Harga nikel turun 1,6% menjadi US$16.880 per ton di London Metal Exchange (LME).
(wdh)