Gubernur The Fed Chicago Austan Goolsbee dan Gubernur The Fed Cleveland Loretta Mester adalah yang terbaru untuk bergabung dalam kelompok yang para pejabat Bank Sentral yang berusaha memoderasi optimisme pasar pada pengguntingan suku bunga acuan setelah rekan mereka di New York John Williams pekan lalu mengatakan taruhan pada pengurangan Maret terlalu dini.
Loretta Mester, dan Gubernur The Fed San Francisco Maria Daly dalam wawancara yang terbit Senin kemarin, menyatakan, ekspektasi penurunan suku bunga pada awal tahun depan adalah terlalu prematur. Terlebih lagi, dua pejabat ini memberi suara dalam rapat terbuka FOMC tahun depan.
Austan Goolsbee juga senada, mengatakan dia terkejut dengan reaksi pasar yang sangat besar terhadap pembaruan proyeksi ekonomi triwulanan The Fed minggu lalu.
“Saya sedikit bingung dengan – apakah pasar hanya berasumsi, 'Inilah yang kami ingin mereka katakan?'” kata Goolsbee pada hari Senin dalam sebuah wawancara di CNBC, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
“Saya pikir tampaknya ada kebingungan tentang cara kerja FOMC. Kami tidak memperdebatkan kebijakan tertentu secara spekulatif mengenai masa depan,” terangnya.
Dari sisi makroekonomi, Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, investor juga tengah mencerna rilis data NY Empire State Manufacturing Index yang anjlok ke level -14,5 di Desember, terendah dalam empat bulan dari sebelumnya level 9,1 di November dan jauh di bawah ramalan pasar yang berada di level 2.0, sinyal bahwa aktivitas dunia usaha di negara bagian New York sedang memburuk.
“Data Industrial Production AS tumbuh 0,2% M/M (-0.4% Y/Y) di bulan November, berbalik arah dari penurunan 0,9% M/M (-1.0% Y/Y) di bulan Oktober dan sedikit lebih buruk dari ekspektasi pasar yang tumbuh 0,3%,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Selanjutnya investor juga bersiap mengantisipasi hasil pertemuan kebijakan Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) pada Selasa siang ini, dengan ekspektasi BOJ tidak akan melakukan perubahan apapun pada kebijakan moneternya.
Sudah berbulan-bulan investor berspekulasi bahwa lonjakan inflasi akan mendorong BOJ untuk akhirnya bergeser dari kebijakan moneter yang super longgar. Namun pertemuan pada hari Selasa ini diproyeksikan tidak akan menghasilkan perubahan besar pada kebijakan moneter.
Adapun BOJ sudah mempertahankan suku bunga acuan di level -0,1% selama satu dekade dengan harapan akan menggairahkan investasi dan membuat biaya pinjaman menjadi lebih rendah sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
“Salah satu tujuan mempertahankan suku bunga acuan di tingkat yang super rendah adalah untuk mendongkrak laju inflasi menjadi 2% setelah sekian lama Jepang terjebak dalam pusaran deflasi,” tulis Tim Research Phillip Sekuritas.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 1% ke 7.119 disertai dengan tingginya volume penjualan.
“Selama tidak terkoreksi ke bawah area support di 7.045, maka saat ini posisi IHSG diperkirakan sedang berada di awal wave (v) dari wave [i],” papar Herditya dalam risetnya pada Selasa (19/12/2023).
Herditya juga memberikan catatan, hal tersebut berarti, IHSG masih berpeluang untuk melanjutkan penguatannya ke rentang area 7.237-7.262.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham ANTM, SMGR, SMRA dan TKIM.
Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG berpotensi melaju konsolidatif pada kisaran 7.100 di Selasa (19/12). Aksi jual selektif pada sejumlah saham energy dan basic materials kemungkinan masih dapat berlanjut di Selasa. Serupa dengan perdagangan Senin, hal ini masih berpotensi menekan IHSG.
“Saham-saham rate-sensitive, energi, basic materials dan helathcare jadi fokus di Selasa (19/12),” tulisnya.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham rate-sensitive yang masih dapat diperhatikan meliputi BBNI, BMRI, BRIS, ASII dan CTRA. Alternatif lain meliputi TLKM, ACES, AMRT, ERAA dan KLBF.
(fad/dhf)