Harga batu bara turun pada perdagangan akhir pekan lalu. Secara mingguan, harga si batu hitam pun terpangkas. Pada Jumat (15/12/2023), harga batu bara di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 145,25/ton. Turun 0,17% dari hari sebelumnya.
Sepanjang pekan lalu, harga komoditas ini berkurang 3,81% secara point to point. Sebelumnya, harga batu bara naik 2 pekan beruntun. Dalam sebulan terakhir, harga batu bara masih membukukan kenaikan 17,99%.
Harga batu bara bergerak mixed karena prospek permintaan yang beragam. Jepang dan Korea menambah pembelian batu bara, sementara China dan India malah mengurangi.
Biaya Produksi Naik
Lebih lanjut, Hendra mengatakan pada 2024 masalah yang dihadapi oleh penambang batu bara – di Indonesia dan negara-negara produsen utama lainnya – adalah makin tingginya biaya produksi.
Walhasil, margin perusahaan batu bara pun berisiko kian tergerus pada tahun depan. “Jika harga turun di level harga tertentu, maka bagi sebagian penambang, harga tersebut bisa di bawah biaya produksi,” jelas Hendra.
Kenaikan biaya produksi tersebut dipicu oleh inflasi harga bahan bakar, serta makin banyaknya tambang batu bara yang mencatatkan stripping ratio yang makin besar, sehingga biaya penambangan mereka pun kian mahal.
Tantangan lain bagi pengusaha batu bara pada 2024 adalah kenaikan beban royalti yang berlaku sejak Agustus 2022 bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) serta April 2022 bagi pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
“Selain itu, aturan penempatan dana hasil ekspor [DHE] sebesar 30% di bank domestik selama minimal 3 bulan menyulitkan perusahaan mengelola arus kas.”
“Pada Januari 2024 pemerintah juga akan memberlakukan skema pungut salur dana kompensasi batu bara [DKB] melalui skema Mitra Instansi Pengelola [MIP], di mana tarif DKB dibayar sebelum pengapalan. Dengan beban-beban di atas, maka pengelolaan arus kas menjadi tantangan apalagi jika tren harga terus turun,” terang Hendra.
(wdh)