Batu bara saat ini masih menjadi sumber energi terbesar di dunia untuk pembangkit listrik, serta pabrikan baja dan semen. Namun, barang tambang itu juga merupakan penghasil terbesar emisi karbon dioksida (CO2) dari aktivitas manusia.
IEA menyebut penurunan permintaan batu bara global yang dimulai pada 2024 akan menandai titik bersejarah dunia. Walaupun demikian, konsumsi batu bara global diperkirakan tetap melebihi 8 miliar ton hingga 2026, menurut laporan pasar.
Direktur Pasar dan Keamanan Energi IEA Keisuke Sadamori menyebut, untuk menurunkan emisi pada tingkat yang konsisten dengan misi Paris Agreement, penggunaan batu bara harus dikurangi secara signifikan lebih cepat.
''Kami telah melihat penurunan permintaan batu bara global beberapa kali, tetapi penurunan tersebut hanya berlangsung singkat dan disebabkan oleh peristiwa luar biasa seperti runtuhnya Uni Soviet atau krisis Covid-19. Kali ini tampak berbeda, karena penurunannya lebih bersifat struktural, didorong oleh perluasan teknologi energi ramah lingkungan yang besar dan berkelanjutan,” kata Sadamori.
“Titik balik dalam sektor batu bara jelas sudah di depan mata – meskipun laju perluasan energi terbarukan di negara-negara utama Asia akan menentukan apa yang akan terjadi selanjutnya, dan diperlukan upaya yang lebih besar untuk memenuhi target iklim internasional.”
Laporan IEA juga menemukan bahwa pergeseran permintaan dan produksi batu bara ke Asia makin cepat. Tahun ini saja; China, India, dan negara-negara Asia Tenggara diperkirakan menyumbang tiga perempat dari konsumsi global, naik dari hanya sekitar seperempat pada 1990.
Konsumsi di Asia Tenggara diperkirakan melebihi konsumsi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) untuk pertama kalinya pada 2023. Hingga tahun 2026, India dan Asia Tenggara merupakan satu-satunya kawasan yang konsumsi batu baranya diperkirakan tetap naik secara signifikan.
Sebaliknya, di negara-negara maju, perluasan energi terbarukan di tengah lemahnya pertumbuhan permintaan listrik diperkirakan terus mendorong penurunan struktural konsumsi batu bara.
Rekor Produksi dan Penyusutan Pasar
Sementara itu; China, Indonesia, dan India – tiga produsen batu bara terbesar di dunia – diperkiraka memecahkan rekor produksi pada 2023, sehingga mendorong produksi global ke titik tertinggi baru pada tahun ini.
Ketiga negara tersebut kini menyumbang lebih dari 70% produksi batu bara dunia.
Adapun, perdagangan batu bara global diprediksi terus mengalami kontraksi karena menurunnya permintaan pada tahun-tahun mendatang. Akan tetapi, perdagangan mencapai titik tertinggi baru pada 2023, didorong oleh pertumbuhan yang kuat di Asia.
Impor batu bara China tahun ini diperkirakan mencapai 450 juta ton, yang merupakan 100 juta ton di atas rekor global sebelumnya yang dicapai negara ini pada 2013.
Sementara itu, ekspor batu bara Indonesia pada 2023 ditaksir mendekati 500 juta ton – yang juga merupakan rekor global.
Sekadar catatan, menurut data IEA, permintaan batu bara global pada 2023 menembus lebih dari 8,5 miliar ton untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Realisasi tersebut tumbuh 1,4% secara yoy, menandakan si batu hitam masih menjadi sumber energi yang dicari meski dunia tengah menggaungkan agenda transisi energi.
Akan tetapi, persebaran konsumsi batu bara 2023 relatif mencolok antarwilayah. Permintaan dari sebagian besar negara maju sangat tajam tahun ini, termasuk rekor penurunan dari AS dan UE yang masing-masing sebesar 20% yoy.
Sebaliknya, permintaan dari negara-negara berkembang dan berkembang masih sangat tinggi, meningkat sebesar 8% yoy di India dan 5% yoy di China pada tahun 2023 karena naiknya permintaan listrik dan lemahnya keluaran pembangkit listrik tenaga air.
(wdh)