Skor dihitung berdasarkan enam metrik yakni tingkat imbal hasil (nominal yields), tingkat imbal hasil riil (real yields), selisih imbal hasil obligasi dengan yield Treasury Amerika Serikat (AS), lalu tingkat bunga acuan negara terkait, potensi penurunan bunga acuan dan potensi tekanan inflasi ke depan.
Dengan skor yang rendah, pasar obligasi Indonesia diperkirakan akan tidak banyak menikmati limpahan dana asing ketika pivot The Fed bakal mendorong para pemodal global mencari peluang di aset-aset pasar negara berkembang.
"Kami tidak melihat nilai yang menarik di kelompok obligasi lokal Asia saat ini seiring dengan nilai 'carry' yang masih perlu lebih tinggi. Saat ini obligasi Brazil, Meksiko dan Kolombia terlihat lebih menarik," jelas Shamaila Khan, Head of Emerging Markets and Asia Pacific di UBS Asset Management New York, seperti dilansir Bloomberg News, pekan lalu.
Obligasi negara berkembang Asia mencatat return 2,2% tahun ini, ketika secara keseluruhan pasar obligasi negara berkembang mencetak return 3,7% disokong terutama oleh reli obligasi Amerika Latin, seperti terlihat dari indeks yang disusun Bloomberg.
Indonesia saat ini mencatat tingkat imbal hasil SUN 10 tahun di kisaran 6,47%, membawa selisih imbal hasil dengan Treasury mencapai 257 basis poin dengan yield UST-10 tahun di 3,90%. Sementara tingkat inflasi tahun depan diperkirakan lebih tinggi ketimbang 2023 akibat lonjakan harga pangan terdampak El Nino dan ketidakpastian kebijakan bunga The Fed.
Ruang bagi Bank Indonesia (BI) memangkas bunga acuan pun jadi lebih sempit karena bank sentral perlu memastikan stabilitas rupiah di tengah tahun Pemilu dan ancaman tekanan harga. Hasil survei yang dilansir oleh Bloomberg memperkirakan, BI hanya berpeluang memangkas bunga acuan sebesar 75 bps tahun depan.
Mengacu pada kinerja neraca dagang per November, defisit neraca berjalan pada full year 2023, diperkirakan mencapai -0,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menurut perhitungan Samuel Sekuritas. Sementara pada 2024, defisit diperkirakan lebih besar, mencapai 0,9% terhadap PDB.
"Menimbang kemungkinan pelebaran defisit neraca berjalan hingga mendekati -1% terhadap Produk Domestik Bruto, kami memperkirakan kemungkinan BI membatasi pemangkasan suku bunga acuan pada 2024 lebih kecil dibanding besar pemangkasan bunga oleh The Fed yaitu optimal sebesar 75 bps menjadi 5,25%," kata Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas dalam catatan, Senin (18/12/2023).
Berdasarkan dot plot pertemuan terakhir The Fed, FOMC, pekan lalu, besar pemangkasan bunga The Fed diprediksi sebanyak 75 bps. Sementara pasar memperkirakan lebih besar lagi sebanyak 150 bps menjadi 4%.
(rui/aji)