Dalam jangka menengah atau sepekan ke depan, rupiah terlihat berpotensi membentuk tren Higher High, jika terkonfirmasi break dan melewati indikator MA-100, serta ada di trendline channel yang berpotensi menuju Rp15.325/US$.
Namun, sebaliknya bila pernyataan bernada hawkish The Fed berhasil mengerem optimisme pivot bank sentral dan membebani pergerakan aset-aset pasar negara berkembang, rupiah mungkin bisa terpeleset melemah lagi menuju Rp15.540/US$. Sementara kisaran gerak rupiah dalam support ada di antara Rp15.610-Rp15.650/US$.
Yield surat utang AS sampai pagi ini terlihat masih bertahan di bawah 4% untuk tenor 10 tahun dengan mayoritas tenor mengalami tekanan harga.
Retorika hawkish The Fed
Dua pejabat The Fed menangkis optimisme pasar terkait potensi penurunan bunga pada awal tahun depan.
John Williams, Presiden The Fed New York, menyebut, masih terlalu dini bagi para pengambil kebijakan untuk berpikir penurunan bunga acuan. Pasalnya, The Fed masih mempertimbangkan apakah kebijakan itu cukup untuk membantu inflasi kembali jinak ke target 2%.
Di sisi lain, Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic, menyebutkan, memang ada peluang penurunan bunga acuan pada 2024 sebanyak dua kali akan tetapi baru akan dimulai pada kuartal tiga, tidak kuartal satu seperti harapan pasar.
"Kami tidak benar-benar membicarakan penurunan bunga," kata Williams dilansir dari Bloomberg News.
Austen Goolsbee, pejabat The Fed Chicago, juga memberi pernyataan hawkish di mana menurutnya terlalu dini bagi bank sentral menyatakan kemenangan melawan inflasi.
"Kita telah membuat banyak kemajuan pada tahun 2023, tetapi saya masih mengingatkan semua orang, ini belum selesai," ujar Goolsbee pada hari Minggu dalam wawancara di acara Face the Nation di CBS. "Jadi data akan menentukan apa yang akan terjadi terhadap suku bunga."
Di mata analis, pernyataan banyak pejabat The Fed yang bernada hawkish itu adalah kesengajaan agar The Fed memiliki ruang untuk terus mempertahankan bunga stabil awal tahun depan.
“Komite ingin memiliki opsi untuk tidak melakukan pemotongan pada Maret,” kata Derek Tang, Ekonom di LH Meyer/Monetary Policy Analytics.
(rui)