Bukan hanya untuk tembaga, otoritas energi kini juga tengah mengupayakan menggali potensi litium, yang juga menjadi mineral penting dalam investasi EV dalam negeri.
"Kita belum nyerah indonesia punya litium apa enggak," ujar dia.
Sebelumnya, pemerintah memang didesak untuk tidak sekadar jorjoran memikat investasi ekosistem kendaraan listrik dan baterainya, tetapi mengabaikan pendanaan untuk eksplorasi cadangan tembaga di dalam negeri.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, berdasarkan data Badan Geologi 2022, Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan bijih tembaga masing-masing 16 miliar ton dan 3 miliar ton. Adapun, sumber daya dan cadangan logam tembaga masing-masing 66 juta ton dan 20 juta ton.
Dengan asumsi produksi tembaga nasional 130 juta ton/tahun, Rizal memproyeksikan umur cadangan komoditas mineral logam tersebut “hanya bertahan sekitar 25 tahun ke depan.”
Belum lagi, lanjutnya, penutupan tambang Cobre Panama baru-baru ini akan memengaruhi keberlanjutan suplai tembaga dan harga komoditas tersebut di tingkat global dalam beberapa tahun ke depan.
Adapun. kata Rizal, tembaga memang menjadi komoditas mineral yang paling dibutuhkan untuk industri transisi energi, seperti untuk transmisi dan distribusi listrik. Dalam pengembangan EV, tembaga juga memegang peranan penting.
"Untuk itulah pemerintah memasukkan tembaga ini ke dalam golongan mineral kritis. Pada 2040 diprediksi BEV [kendaraan listrik berbasis baterai] akan menguasai 31% dari pasar kendaraan bermotor,” urainya.
Selain BEV, penggunaan HEV (EV hibrida) dan PHEV (EV hibrida plug in) juga akan mengalami peningkatan di mana masing-masing akan menguasai 19% dan 4% dari pasar kendaraan bermotor pada tahun yang sama.
Belakangan, Berbagai analis komoditas di dunia juga memproyeksikan pasok temabaga global kemungkinan bakal stagnan, atau bahkan defisit, mulai tahun depan; walakin prospek permintaan komoditas mineral logam ini makin gemilang seiring dengan tingginya kebutuhan konduktor untuk kendaraan listrik.
BMO Capital Markets, misalnya, memproyeksikan defisit minor terhadap pasok tembaga tahun depan. Goldman Sachs Group Inc juga memperkirakan suplai tembaga dunia akan tekor lebih dari 500.000 ton tahun depan. Jefferies pun mengestimasikan terjadinya shortfall besar tahun depan.
Sebelumnya, padahal, lembaga-lembaga tersebut sempat memproyeksikan tembaga bakal surplus besar pada 2024. Harga juga akan bagus, seiring dengan makin masifnya proyek besar baru, terkhusus EV, yang marak dimulai di seluruh dunia.
(ibn/ain)