Kondisi pasar tenaga kerja yang masih ketat ditambah masih tingginya PCE Price Index akan mendorong The Fed untuk terus melanjutkan kebijakan pengetatan moneter hingga inflasi bisa ditekan.
Macro Strategist Lionel Prayadi dan Economist Arga Samudro dari Samuel Sekuritas menambahkan, data sektor manufaktur yang masih resesi masih perlu dikonfirmasi dengan rilis data PMI sektor jasa ISM yang akan dirilis besok, 3 Maret. “Bila PMI sektor jasa melemah bahkan sampai ke zona kontraksi, sentimen di pasar global bisa berbalik positif,” jelasnya.
Peluang kenaikan 50 bps
Hasil survei harga bahan baku dalam ISM Manufacturing PMI untuk Amerika melonjak ke level ekspansif yaitu 51,3, kendati secara keseluruhan indeks manufaktur AS masih di zona kontraksi. Ini di sisi lain menyisakan sentimen bagi pasar bahwa tekanan inflasi masih tinggi untuk waktu yang lebih lama dari perkiraan.
Pernyataan Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari yang membuka peluang usulan kenaiakn 50 bps untuk Fed Fund Rate pada FOMC 22 Maret nanti menambah spekulasi bahwa The Fed bisa bergerak lebih agresif lagi.
Itu mengerek probabilitas traders yang berekspektasi bunga acuan The Fed akan naik 50 bps menjadi 30% dari sebelumnya di bawah 25%. Alhasil, yield US Treasury 10 tahun langsung melonjak ke level 4% sebelum akhirnya ditutup 3,99%, kemarin.
Kesemua faktor dan dinamika di pasar global itu akan secara langsung mempengaruhi pasar finansial dalam negeri. Lionel memperkirakan, imbal hasil SUN tenor 10 tahun akan naik ke posisi 6,89% dan nilai tukar rupiah menghadapi dolar AS bisa melemah lagi mendekati Rp 15.280/US$.
(rui/frg)