Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Orang tua di Indonesia masih sangat jarang membacakan buku atau dongeng bagi anak-anak mereka yang berusia dini. Para orang tua juga jarang yang mengajak anak-anak usia dini mereka belajar membaca buku bersama. Ini ditengarai menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat literasi masyarakat Indonesia sampai saat ini masih rendah.

Para orang tua di Indonesia lebih sering mengajak anak-anak mereka makan atau belajar makan, berbincang atau ngobrol juga menonton televisi ketimbang membaca buku, seperti dilansir dari Statistik Profil Anak Usia Dini 2023 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pekan ini. 

"Sayangnya, persentase dibacakan buku cerita dan belajar atau membaca buku yang dilakukan bersama orang tua masih sangat kecil hanya 17,21% dan 11,12%, padahal dua aktivitas ini sangat bagus untuk menambah literasi anak usia dini. Anak usia dini hingga menginjak usia 8 tahun memiliki otak yang sangat plastis dan responsif terhadap perubahan melalui interaksi genetika, lingkungan dan pengalaman. Optimalisasi perkembangan otak didukung oleh stimulasi lingkungan, salah satunya melalui interaksi sosial dengan orang tua atau wali," jelas BPS dikutip Kamis (14/12/2023).

Aktivitas anak bersama orang tua (Dok. Statistik Anak Usia Dini 2023)

Kegiatan membacakan dongeng atau buku pada anak, menurut studi yang pernah dilansir oleh Universitas Michigan Amerika Serikat pada 2019 lalu, bisa membantu kemampuan literasi anak lebih baik dan lebih cepat.

Indonesia sejauh ini masih mencatat tingkat literasi yang masih rendah. Hasil Program Penilaian Pelajar Internasional untuk Indonesia pada 2022 yang direpresentasikan dalam  PISA (Programme for International Student Assessment) mencatat, skor literasi Indonesia turun ke level terendah sejak tahun 2000, ketika pertama kali Indonesia mengikuti penilaian PISA.

Skor membaca PISA untuk Indonesia turun 12 poin menjadi 359, jauh di bawah rata-rata dunia yang skornya 476 pada 2022. Capaian skor membaca PISA juga jauh dari target yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 yang menargetkan di angka 392.

Sementara berdasarkan indeks nilai literasi budaya yang dilansir oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Tinggi, pada 2022 angkanya ada di 57,4, turun cukup dalam dibanding capaian 2020 yang indeksnya di angka 61,63.

Pengasuhan layak

BPS juga melansir data terbaru yang menjadi gambaran pengasuhan anak usia dini di Indonesia. Sebanyak 3,7% balita di Indonesia terindikasi pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak. "Persentase balita yang pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak sedikit lebih besar terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan sedikit lebih besar terjadi di perdesaan daripada perkotaan," jelas BPS.

Selain itu, pengasuhan tidak layak juga terlihat lebih besar terjadi pada anak yang tinggal bersama orang tua tunggal terutama di perdesaan dengan persentase mencapai 7,96%.

Anak usia dini dikatakan mendapatkan pengasuhan tidak layak jika dalam seminggu terakhir pernah dititipkan atau diasuh oleh anak usia kurang dari 10 tahun tanpa pengawasan orang dewasa selama lebih dari satu jam atau pernah ditinggalkan sendiri selama lebih dari satu jam.

Pedagang melayani calon pembeli mainan anak yang dijual di Pasar Gembrong, Jakarta, Senin (9/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bukan hanya itu, bila melihat status ibu bekerja atau tidak, ternyata persentase balita yang pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak pada ibu bekerja lebih besar daripada ibu yang tidak bekerja dengan persentase mencapai 5,88% dibandingkan 2,14% pada ibu yang tidak bekerja.

Kesehatan menurun

Hasil Susenas Maret 2023 juga memperlihatkan, sebanyak 36,21% anak usia dini mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir.

Bila dibandingkan dengan 2020, persentase anak usia dini yang mengalami keluhan kesehatan memang menurun sekitar 6 persen poin. Akan tetapi, sejak tahun 2021 persentase anak usia dini yang mengalami keluhan kesehatan meningkat setiap tahun.

"Pola yang sama juga ditunjukkan angka kesakitan anak usia dini. Dibandingkan tahun 2020, angka kesakitan anak usia dini menurun, namun cenderung meningkat sepanjang tahun 2021-2023. Pada tahun 2023, sedikitnya 17 dari 100 anak usia dini mengalami keluhan kesehatan yang mengganggu aktivitas sehari-harinya (sakit) selama sebulan terakhir," jelas BPS.

Secara umum, persentase anak usia dini yang pernah dirawat inap cenderung meningkat sejak dua tahun terakhir. Pada tahun 2023, sekitar empat dari 100 anak usia dini pernah dirawat inap setidaknya satu kali selama setahun terakhir.

Melihat tempat tinggal anak, data yang sama memperlihatkan bahwa pada 2023,persentase anak usia dini yang mengalami keluhan kesehatan di perkotaan lebih besar dibandingkan di perdesaan, yaitu 37,5% dibandingkan 34,48%. Sejalan dengan itu, angka kesakitan anak usia dini di perkotaan sedikit lebih besar yaitu 17,56% dibandingkan angka kesakitan anak usia dini di perdesaan 16,89%.

Boleh jadi tren kenaikan anak usia dini yang sakit terkait dengan masih tingginya anak yang tinggal bersama anggota rumah tangga (ART) perokok. Sebanyak 7 dari 10 anak usia dini tinggal bersama anggota rumah tangga yang perokok. Dilihat dari kelompok umur, semakin muda anak usia dini semakin besar persentase anak usia dini yang tinggal bersama ART perokok. Sebesar 72,25% bayi tinggal bersama ART perokok, sedangkan 69,62% anak usia 5-6 tahun tinggal dengan ART perokok.

(rui/roy)

No more pages