Adapun insentif diberikan dengan syarat perusahaan industri Kendaraan Berbasis Listrik Berbasis Baterai berkomitmen untuk memproduksi KBL Berbasis Baterai di dalam negeri dengan jumlah tertentu dan dalam waktu tertentu dengan target minimum tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
“Artinya diberi waktu untuk mengembangkan industri di Indonesia. Jadi tidak kemudian silahkan impor bebas aja, tapi kan kalau dia impor 500 (unit), pemahaman saya, dia harus punya komitmen memproduksi 500 (unit di Indonesia). Kalau tidak, nanti akan ada penalti,” ujarnya.
Pengembangan EV di Indonesia pun dinilai akan semakin meningkat karena hal serupa telah terjadi di Thailand. Kukuh mengatakan, Thailand telah menerapkan insentif yang pada akhirnya mendongkrak volume EV di negara tersebut.
Dampak positif terakhir yang dirasakan adalah memberikan lebih banyak pilihan EV kepada masyarakat Indonesia.
Namun, hal ini tidak serta-merta akan menurunkan harga EV di Indonesia. Menurut Kukuh, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penurunan harga, seperti besaran investasi dan level teknologi, namun hal tersebut tidak bisa disamaratakan antara satu jenis mobil listrik dengan mobil listrik lainnya.
“Tidak sesederhana itu (penurunan harga), harapannya memang demikian ya kalo kemudian sebagian besar kegiatan (produksi) di sini tentu disesuaikan dengan kondisi lokal tapi juga jangan lupa bahwa ada volume minimum yang harus dipenuhi (untuk penurunan harga). Kalau kemudian dia gak ada pasarnya gimana dia mau bisa murah kalau volumenya sedikit,” pungkasnya.
Kukuh juga menjelaskan, hingga November 2023, Gaikindo mencatat penjualan EV murni sekitar 10.000-11.000 unit dan 35.000 unit hybrid EV.
(dov/ain)