Kasus HAM penculikan 1998 kerap dilayangkan kepada Prabowo setiap dirinya maju dalam kontestasi politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden. Sebagai Komandan Jenderal Kopassus pada era itu, dia disebut bertanggung jawab atas operasi penculikan dan penghilangan paksa yang diduga dilakukan anak buahnya.
Pada saat itu, Prabowo kabarnya memberi perintah khusus kepada salah satu komandan kopassus untuk mengumpulkan informasi tentang sejumlah kelompok radikal yang membahayakan pelaksanaan Pemilu 1997. Beberapa tim khusus Kopassus pun kemudian terbentuk dengan misi dan target masing-masing.
Salah satu yang terekspose adalah Tim Mawar yang menculik 9 aktivis pada awal 1998. Para aktivis ini diculik dan disiksa sekitar dua bulan, namun kemudian dibebaskan. Beberapa akhirnya menjadi tokoh saat ini seperti Desmond Junaidi Mahesa; Pius Lustrilanang; Nezar Patria; hingga Andi Arief.
Akan tetapi, saksi hidup penculikan ini memberi sejumlah kesaksian yang mereka alami selama masa penculikan dan penyiksaan. Salah satunya keberadaan para aktivis dan korban penculikan lain, yang hingga kini tak diketahui keberadaannya. Para korban hilang ini bisa saja diculik kelompok yang sama atau kelompok lain yang sudah lebih dulu aktif sebelum Tim Mawar.
Saat ini, sudah 25-26 tahun berlalu sejak para korban penculikan tersebut menghilang dari keluarganya. Para keluarga pun masih setia melakukan aksi demo dengan mengenakan pakaian serba hitam di depan Istana Negara, setiap hari Kamis. Mereka berharap, meski mulai berubah, anggota keluarganya tersebut bisa pulang atau sekedar ditemukan makamnya.
Widji Tukul
Maka Hanya Ada Satu Kata; Lawan. Penggalan bait penutup puisi berjudul Peringatan ini kerap dikumandangkan dalam aksi unjuk rasa kala menyampaikan protes kepada pemerintah.
Puisi tersebut adalah karya penyair dan aktivis HAM asal Solo, Widji Widodo alias Widji Thukul. Dia adalah salah satu aktivis 1998 yang menjadi korban penculikan dan berstatus hilang hingga saat ini.
Sebagai seniman, Widji kerap melontarkan kritik keras terhadap pemerintahan Presiden Soeharto melalui aksi, orasi, dan puisi. Dia sebagai tokoh Partai Rakyat Demokratik (PRD) mulai menjadi buruan aparat penegak hukum karena dituduh berperan dalam kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli.
Selama hampir dua tahun, Widji melakukan pelarian diri dan hidup jauh dari keluarganya di Solo. Dia tinggal di sejumlah rumah kerabat, rekan dan orang kepercayaan di daerah Pulau Jawa, Sumatra, hingga Kalimantan. Dalam pelariannya, dia pun menulis sejumlah sajak yang menjadi buah pemikiran terakhir.
Pelariannya diduga berakhir bersamaan dengan pecahnya kerusuhan di sejumlah tempat jelang pelengseran Presiden Soeharto, pada Mei 1998. Sejak saat itu, keluarga dan para rekannya tak ada yang mendapat kabar tentang keberadaan Widji. Kini, 25 tahun lebih telah berlalu keberadaan diri atau jasadnya pun masih misteri.
Petrus Bima Anugrah
Seperti Widji, Bimpet sapaan Bima adalah tokoh PRD yang dituduh rezim Soeharto menjadi dalang dari Kudatuli. Dia bersama beberapa rekannya juga sempat ditahan selama lebih dari 60 hari usai terbukti tengah menyebarkan kampanye Mega-Bintang yang dilarang pemerintah saat itu.
Bimpet bersama Nezar Patria, aktivis 1998 dari PRD sempat melakukan gerakan bawah tanah meski telah menyemat status kelompok terlarang. Mereka tetap giat mendorong kampanye dan gerakan penggulingan terhadap Soeharto.
Berbeda dengan Widji yang tak diketahui waktu pasti hilangnya, sejumlah aktivis PRD hafal betul terakhir kali mendapat kabar dari Bimpet pada 1 April 1998. Mereka menyatakan Bima hilang usai tanpa kabar hingga pukul 15.00 WIB, hari itu.
Herman Hermawan
Seperti Bima, Herman juga merupakan aktivis 1998 yang berasal dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Mereka juga termasuk pendiri organisasi Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Surabaya.
Selain PRD, Herman kabarnya sempat tergabung dengan kelompok aktivis PDI kelompok Megawati Soekarnoputri. Dia mulai bersembunyi usai PRD dikejar aparat karena dituduh rezim sebagai bentuk baru PKI. Selama pelarian, dia pun berpindah-pindah tempat dan mengubah nama.
Herman dikabarkan hilang usai terlibat dalam konferensi pers Komite Nasional Perjuangan Demokrasi (KNPD) di Kantor YLBHI, 12 Maret 1998. Satu hari setelah MPR melantik Soeharto dan Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden dan wakil presiden.
Suyat
Mahasiswa Unisri Surakarta ini adalah aktivis PRD yang paling pertama hilang. Dia adalah tokoh SMID dan PRD yang selalu berada di barisan depan dalam setiap aksi unjuk rasa.
Tak hanya politik, Suyat juga terlibat dalam banyak aksi demonstrasi bidang ekonomi, khususnya perjuangan buruh. Dia tercatat terlibat dalam aksi buruh di Solo, Surabaya, dan Jakarta.
Sebagai pengurus KNPD, Suyat juga kerap memimpin orasi dan barisan aksi unjuk rasa untuk penggulingan Soeharto di beberapa lokasi. Aktivis ini sudah berulang kali mendapat kekerasan dan ditangkap polisi dalam beberapa aksi unjuk rasa.
Suyat dinyatakan hilang usai tanpa kabar sejak awal 1998. Berdasarkan informasi yang diterima para rekannya, sejumlah orang menjemput dan membawa aktivis tersebut dari rumahnya di Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, 12 Februari 1998.
Yani Afri
Supir Angkutan Umum (angkot) ini sebenarnya hanya salah satu simpatisan PDI pro Megawati Soekarnoputri. Meski demikian, dia memang terlibat dalam sejumlah aksi unjuk rasa penggulingan Presiden Soeharto, termasuk pada saat dirinya kemudian ditangkap aparat militer.
Dia tercatat sempat mengikuti demonstrasi besar menolak rezim sekitar tiga hari sebelum pemungutan suara atau Pemilu 2017. Unjuk rasa tersebut berakhir ricuh sehingga aparat menangkap sejumlah orang, termasuk Yani.
Kodim Jakarta Utara sempat membenarkan adanya anggota aksi unjuk rasa bernama Yani Afri yang ditangkap dan dibawa ke markas mereka. Akan tetapi, mereka mengklaim telah membebaskan Yani dan sejumlah peserta demo lainnya.
Akan tetapi, hingga saat ini, Yani pun tak diketahui keberadaannya sejak 26 April 1997.
Sonny
Seperti Yani, dia adalah seorang sopir dan simpatisan PDI pimpinan Megawati. Rekan Yani tersebut juga termasuk dalam daftar peserta unjuk rasa jelang Pemilu 2017 yang ditangkap aparat. Dia pun dinyatakan hilang sejak 26 April 1997.
Dedi Hamdun
Aktivis dan pengusaha ini adalah seorang politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dia dinyatakan hilang tepat pada hari pelaksanaan pemungutan suara atau Pemilu, 29 Mei 1997.
Kisah penangkapan Dedi tak banyak diketahui secara detil. Dia kabarnya ditangkap dan dibawa sejumlah orang bersama dengan rekan bisnisnya, Noval Alkatiri; dan supir Noval, Ismail. Penangkapan terjadi usai Noval dan Ismail menjemput Dedi dari Rumah Sakit Bunda.
Pius Lustrilanang, aktivis yang diculik Tim Mawar pada 4 Februari 1998, namun dibebaskan sekitar 2 bulan kemudian sempat memberi cerita tentang keberadaan Dedi cs. Informasi tersebut didapat saat Pius berada satu sel dengan Yani dan Sonny.
Dalam kesempatan tersebut, Yani bercerita sebelumnya ditahan bersama dengan Dedi Hamdun, Noval, dan Ismail.
Seperti Yani dan Sonny, Dedi diduga menjadi target karena terlibat dalam kampanye Mega-Bintang, sebuah gerakan yang ingin menumbangkan pemerintah Presiden Soeharto. Kelompok ini dinilai berbahaya terutama menjelang Pemilu dan pelantikan presiden.
Noval Alkatiri
Direktur PT Sangkuriang Tour and Travel dan PT Rahama Pratama ini tak kembali ke rumah sejak 29 Mei 1997. Menurut sejumlah kesaksian, dia hanya seorang pebisnis yang secara kebetulan hari itu hendak menjemput Dedi. Akan tetapi, tim penculik justru membawa semua orang yang ada dalam mobil.
Ismail
Dia adalah sopir Noval Alkatiri. Bersama bosnya, dia tercatat belum kembali ke rumah sejak 29 Mei 1997. Kabarnya dia sedang mengendarai kendaraan untuk mengantar bosnya dan rekannya, Dedi Hamdun di daerah Jakarta Pusat. Sekelompok orang kemudian menangkap dan membawa mereka.
Ucok Mundandar Siahaan
Empat orang lain yang hilang pada peristiwa 1998 berkaitan dengan peristiwa kerusuhan yang terjadi jelang mundurnya Soeharto. Ucok adalah mahasiswa Perbanas Jakarta yang terakhir dikabarkan tengah pergi ke Mall Ramayana, Ciputat saat peristiwa penjarahan dan pembakaran, 14 Mei 1998. Tak ada kabar dan informasi tentang keberadaannya sejak peristiwa tersebut.
Hendra Kambali
Seperti Ucok, pelajar SMU ini terakhir kali terlihat berada di sekitar Glodok Plaza pada saat kerusuhan. Dia sempat dikabarkan ditangkap aparat dan mulai dinyatakan hilang sejak 15 Mei 1998.
Yadin Muhidin
Alumnus Sekolah Pelayaran ini juga terakhir terlihat berada di sekitar lokasi kerusuhan di Ruko Griya Inti, Sunter Agung, 14 Mei 1998. Pada saat itu, sejumlah warga dan rekan Yadin sempat melihat sekelompok orang berbadan tegap dengan pakaian hijau datang menggunakan truk dan merangsek lokasi kerusuhan.
Abdun Nasser
Pihak keluarga juga melaporkan hilangnya Abdun sejak 14 Mei 1998. Terakhir kali, dia dikabarkan tengah menyaksikan penjarahan dan pembakaran Mall Karawaci Tangerang.
(mfd/frg)