“Biasanya [mereka] menawarkan harga yang lebih rendah dan ada keuntungan lainnya yang didapatkan,” ujarnya.
Ia menyarankan Online Travel Agent (OTA) harus memiliki pendanaan untuk bisa berkompetisi dengan OTA lain ataupun perusahaan penerbangan dan perhotelan secara langsung. “Belum ditambah dengan adanya agregator yang bisa membandingkan harga tiap OTA maupun website perusahaan maskapai atau perhotelan,” tandasnya.
Industri startup digital, termasuk di dalamnya Online Travel Agent memang masih menghadapi tantangan makro. Khususnya dalam konteks pendanaan, meski bisnis perjalanan menurut laporan bersama Google, Temasek, dan Bain & Co akan mengalami peningkatan dibuka kembali aktivitas masyarakat usai pembatasan akibat pandemi Covid-19.
Namun pangsa pasar ekonomi digital bisnis perjalanan terpantau mengambil porsi paling kecil dibandingkan lainnya. Bain & Co cs mencatat nilai transaksi pada segmen ini hanya US$3 miliar pada 2022, dan diprediksi tumbuh menjadi US$6 miliar sampai dengan akhir tahun ini. Hingga tahun 2025 nilai transaksi bisnis perjalanan online, termasuk melalui OTA, hanya mencapai US$9 juta, atau bertumbuh sekitar 21% dalam dua tahun.
Diketahui pendanaan startup Indonesia sepanjang semester pertama tahun 2023 mengalami penurunan tajam, sekitar 88% dengan nilai hanya US$400 juta (Rp6,24 triliun) berdasarkan data Google, Temasek, dan Bain & Co.
(ros/wep)