Logo Bloomberg Technoz

Dalam pernyataan publik pertama Jerome Powell, Ketua The Fed, beberapa waktu lalu yang menyatakan ia menolak gagasan bahwa penurunan bunga acuan akan segera terjadi. Sebaliknya, ia menggambarkan bahwa diskusi dalam Komite terkait peluang penurunan bunga acuan menjadi sesuatu yang masih sangat awal.

"Namun, betapapun hawkish-nya Powell di depan umum, kami pikir pertimbangan internal FOMC cenderung lebih dovish. Kami perkirakan The Fed akan mulai memangkas bunga acuan pada Maret 2024 dengan total pemotongan sebesar 125 bps," jelas Wong.

Dot plot memperlihatkan tingkat Fed Funds Rate (FFR) pada akhir 2023 akan di 5,4%, sementara pada 2024 tingkat bunga acuan akan berada di 4,9% dan pada 2025 posisinya ada di 3,6%. 

Ekonom menyimpulkan, The Fed tidak memiliki keuntungan atau insentif bila terdengar terlalu bersemangat memulai penurunan bunga acuan karena takut kondisi keuangan semakin melemah. "FOMC bulan ini mungkin tidak sepenuhnya mendukung perkiraan pasar obligasi perihal penurunan bunga acuan 100 bps tahun depan. Namun, kami pikir para pejabat akan memenuhi ekspektasi sebagian pelaku pasar," kata Wong.

Analisis terhadap transkrip, notulensi rapat yang sudah lalu dan prakiraan FOMC memperlihatkan bahwa The Fed cenderung mulai memangkas bunga karena kekhawatiran akan melemahnya data, jauh sebelum mereka menyadari adanya resesi.

"Kondisi saat ini lebih mirip dengan rezim sebelum 1991 di mana inflasi inti PCE masih lebih tinggi dibanding periode awal siklus penurunan bunga The Fed sejak 1990, sehingga membatasi kemampuan The Fed melakukan penurunan bunga secara preventif," jelas ekonom.

Reaksi Pasar 

Ekspektasi itu tecermin juga dari reaksi pasar keuangan pasca rilis data yang sangat penting tersebut. Wall Street ditutup menguat di zona hijau merespon inflasi yang terlihat melandai setelah data pengangguran menunjukkan penurunan.

Kedua data itu menguatkan optimisme terhadap skenario soft landing yakni kondisi di mana penurunan inflasi secara agresif berhasil dijalankan tanpa menjatuhkan perekonomian dalam resesi.

Pasar surat utang juga merespon dengan cukup tenang. Yield atau tingkat imbal hasil Treasury, surat utang AS, terkikis turun ke 4,19%, diikuti oleh mayoritas tenor lain yang juga kian landai. Sementara pagi ini tenor 2 tahun terlihat naik imbal hasilnya 1,7 bps ke 4,72%.

Indeks surat utang emerging market juga ditutup menguat semalam dan pagi ini mungkin akan bergerak moderat, terutama di kawasan Asia, karena terbebani juga oleh sentimen dari China.

Kekecewaan pasar terhadap hasil pertemuan para pimpinan Tiongkok menyeret bursa saham di Asia terperosok melemah. Optimisme dari Wall Street jadi tidak menular. 

Konferensi para pimpinan China mengecewakan pasar yang berharap akan ada stimulus lebih besar untuk menggerakkan perekonomian terbesar kedua di dunia itu. Akibatnya, bursa Asia terutama indeks saham di China dan Hong Kong, hingga Korea Selatan, juga kawasan Asia Tenggara, kompak terperosok ke zona merah.

Sentimen China ini juga menyeret mata uang Asia melemah dipimpin oleh ringgit Malaysia yang tergerus 0,44% pada pukul 11:17 WIB, disusul oleh won Korea Selatan yang melemah 0,39%. Sebaliknya, di tengah pelemahan mata uang Asia, rupiah bergerak anomali dengan menguat sendirian meski tipis ke kisaran Rp15.618/US$, naik 0,02% dibanding level penutupan kemarin.

(rui/aji)

No more pages