Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - DKI Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan biaya hidup paling mahal di Indonesia. Nilai konsumsi rata-rata rumah tangga per bulan mencapai Rp14,88 juta.

Hal ini tercantum dalam Survei Biaya Hidup (SBH) 2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). SBH 2022 merupakan pengganti SBH 2018 yang menjadi indikator penghitungan inflasi.

"Di urutan pertama ada DKI Jakarta dengan nilai konsumsi rata-rata rumah tangga Rp 14,88 juta. Biaya tersebut meningkat dibanding SBH 2018 yakni Rp 13,4 juta," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini.

Menanggapi data tersebut, Perencana Keuangan Ahmad Gozali menyarankan masyarakat di Ibu Kota untuk mengendalikan perilaku dan gaya hidup sesuai dengan level penghasilan.

Dia juga mengimbau masyarakat untuk mengantisipasi kenaikan harga komoditas yang tidak bisa dikendalikan, salah satunya harga bahan bakar minyak (BBM). 

"Pesan saya adalah selalu punya ruang untuk antisipasi kenaikan harga yang tidak bisa kendalikan, dan kendalikan gaya hidup agar sesuai dengan level penghasilan," kata Ahmad Gozali kepada Bloomberg Technoz, Rabu (13/12/2023).

Menurut dia, kenaikan biaya hidup yang didata dalam SBH 2022 ini lebih kecil dibanding kenaikan gaji minimum selama kurun empat tahun setelah SBH 2018.

"Jadi seharusnya ada ruang untuk bisa menabung untuk masa depan dengan melakukan investasi," kata Ahmad Gozali.

Di dalam SBH 2022 terdapat data 20 komoditas dengan peningkatan bobot terbesar yang dikonsumsi masyarakat. Di urutan pertama adalah, biaya langganan internet dengan bobot 1,40%. Kemudian, tarif listrik 0,92%, bensin 0,65%, minyak goreng 0,47%, dan sigaret kretek mesin (SKM) 0,45%.

Sementara itu, komoditas dengan penurunan bobot terbesar berdasarkan konsumsi masyarakat adalah sewa rumah dengan bobot -1,70%, kontrak rumah -1,31%, tarif pulsa ponsel -0,83%, upah asisten rumah tangga -0,49%, dan tukang mandor -0,43%.

Jika dilihat dari nilai komoditas yang naik dan turun, Ahmad Gozali menilai biaya hidup masyarakat meningkat karena faktor perubahan gaya hidup dan inflasi dalam beberapa waktu terakhir. 

"Misalnya internet dan listrik terkait penggunaan gadget yang meningkat. Bensin, minyak goreng dan rokok naik karena inflasi," ujar Ahmad Gozali.

Di sisi lain, penurunan nilai konsumsi bisa tercapai sepenuhnya melalui perubahan gaya hidup. Misalnya, penggunaan pulsa yang hemat, terhapusnya anggaran untuk asisten rumah tangga dan tukang kebun bisa berkurang karena gaya hidup mandiri keluarga kecil.

(lav)

No more pages