"Masih ada [smelter nikel RKEF] yang dalam proses konstruksi sebanyak 32 unit. Cadangan bijih nikel kita untuk yang kadarnya tinggi di atas 1,27% sekitar 2,6 miliar ton. Jika diakumulasi, smelter RKEF tersebut membutuhkan setidaknya 200—210 juta ton bijih nikel setiap tahunnya," katanya ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz, Rabu (01/03/2023).
Rizal menyebut jika pembangunan smelter nikel RKEF tidak dibatasi, cadangan saprolit Indonesia akan habis dalam waktu belasan tahun saja.
Untuk itu, selain melakukan moratorium pembangunan smelter RKEF, pemerintah perlu memprioritaskan eksplorasi lanjutan atau pembukaan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah-wilayah baru.
"Harus dijamin agar kelangsungan hidup dari smelter-smelter nikel tersebut tidak berumur pendek. Eksplorasi lanjutan perlu dilakukan dengan tambahan dana cadangan eksplorasi yang dipantau ketat," tuturnya.
Selain itu, Rizal menilai rencana Kementerian ESDM membatasi penambahan smelter nikel RKEF menjadi bukti bahwa pemerintah berorientasi pada industri hijau atau industri yang ramah lingkungan.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan rencana memoratorium pembangunan smelter nikel di Tanah Air, guna mengantisipasi terkikisnya suplai bijih nikel mentah di dalam negeri.
Menurut catatan kementerian, cadangan saprolit di Indonesia mencapai 2,7 miliar ton dengan konsumsi anual sekitar 450 juta ton. Melihat hal itu, pemerintah berupaya menjaga agar pasok nikel mentah tidak habis di tengah kebutuhan yang tinggi.
Hingga kini, pemerintah belum menjabarkan skema dari rencana moratorium smelter nikel. Namun, ada kemungkinan, investasi fasilitas pemurnian bijih tidak akan lagi menerima insentif fiskal seperti libur pajak atau pembebasan bea keluar.
Hal tersebut sempat diutarakan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Dia mengatakan fokus insentif fiskal untuk investasi smelter akan diarahkan kepada sektor-sektor dengan nilai keekonomian lebih rendah seperti tembaga.
“Semua on the track. Kalau enggak jalan, bagaimana mau larang ekspor? [Berkaca pada nikel], ekspor [produk hilir] nikel bisa tembus US$27 miliar—US$28 miliar karena investasi smelter-nya jalan. Kalau enggak jalan, bagaimana mau ekspor produk hilir?” ujarnya, Kamis (17/02/2023).
Bahlil pun mengatakan pemerintah akan memberikan insentif fiskal berupa kemudahan impor barang modal, tax holiday, dan tax allowance bagi investor smelter yang mendukung proyek besar penghiliran industri mineral di Tanah Air.
Syaratnya, kata Bahlil, sektor bisnis pennghiliran yang dijalankan memiliki tenggat titik balik modal atau break even point (BEP) maksimal 5 tahun atau tingkat pengembalian modal sendiri internal rate of return (IRR) yang masih rendah.
“IRR-nya tidak boleh yang sudah tinggi. Kita beri insentif karena insentif fiskal itu instrumen untuk menarik investor di sektor-sektor yang nilai ekonominya belum tinggi,” tegas Bahlil.
Menyitir data BKPM, realisasi investasi industri hilir pada 2022 menembus Rp171,2 trililun atau mencakup 14% dari total realisasi penanaman modal tahun lalu senilai Rp1.207 trililun.
(wdh)