Logo Bloomberg Technoz

Kenaikan itu terutama disokong oleh kedatangan musim libur akhir tahun memperingati Nataru. Hanya saja, efek liburan pada peningkatan kinerja penjualan ritel sepertinya tidak akan lama. 

Hasil survei yang sama memperkirakan, kinerja penjualan ritel pada tiga bulan ke depan atau sampai Januari 2024, justru diprediksi anjlok, terindikasi dari Indeks Ekspektasi Penjualan yang terperosok ke level terendah sejak Agustus lalu ke 139,1. Posisi indeks juga anjlok dibanding September lalu yang masih di 150,6.

"Penurunan Indeks Ekspektasi Penjualan pada Januari 2024 sejalan dengan berakhirnya libur Nataru," jelas Erwin Haryono, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia dalam pernyataan resmi, dikutip pada Selasa (12/12/2023).

Inflasi

Penurunan keyakinan terhadap kinerja penjualan ritel kala ajang Pemilu dan Pilpres 2024 digadang-gadang bisa mengungkit konsumsi domestik, terjegal oleh kekhawatiran terkait kenaikan harga-harga barang. 

Indeks Ekspektasi Harga Umum pada Oktober yang mengukur ekspektasi harga pada Januari nanti, tercatat berada di posisi 133,1, naik ke level tertinggi sejak Februari 2023. 

Sementara enam bulan ke depan atau pada April 2024, ekspektasi harga juga naik jadi 137,8, level tertinggi sejak Desember 2022.

Inflasi memang terus mencatat kenaikan dalam dua bulan terakhir terutama disulut oleh lonjakan harga bahan kebutuhan pokok mulai dari beras, cabai, hingga gula pasir.

Ini yang perlu menjadi kewaspadaan karena bila inflasi terus berlanjut sedang pada saat yang sama pendapatan masyarakat tidak bertumbuh, yang terjadi adalah penurunan daya beli. Imbasnya, penjualan ritel akan semakin tertekan karena masyarakat tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan pembelian.

Mengacu pada hasil Survei Konsumen yang dilansir pekan sebelumnya, terlihat bahwa kondisi keuangan mayoritas masyarakat Indonesia cenderung lebih buruk dibandingkan enam bulan lalu. 

Alokasi pendapatan masyarakat semakin banyak yang tersedot untuk membayar cicilan utang. Bahkan, karena kenaikan beban utang itu, pendapatan masyarakat di Tanah Air yang digunakan untuk konsumsi turut terkikis dan kemampuan menabung juga tergerus.

Rata-rata proporsi pengeluaran masyarakat untuk konsumsi tercatat menurun tipis dari 75,6% menjadi 75,3% terhadap pendapatan, pada November. Ini terjadi di semua kelompok pengeluaran.

Pada saat yang sama, alokasi pendapatan untuk membayar cicilan utang melonjak dari 8,8% pada Oktober menjadi 9,3%, bulan lalu. Situasi itu menurunkan kemampuan masyarakat untuk menabung dengan penurunan proporsi tabungan menjadi 15,4% dari pendapatan. Bulan sebelumnya angkanya masih 15,7%.

(rui/aji)

No more pages