Sektoral saham keuangan dan saham teknologi menjadi pendukung utama penguatan IHSG dengan kenaikan 1,5% dan 1,25%, disusul oleh menguatnya saham perindustrian sebesar 0,16%.
Sedangkan, sektoral saham infrastruktur mengalami koreksi 1,1%.
Sejumlah saham-saham keuangan yang menjadi pendorong kenaikan IHSG adalah, PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang meroket hingga 17,6%, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang melesat mencapai 16,7% juga dengan saham PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang menguat 11,8%.
Senada, saham teknologi juga naik mendukung penguatan IHSG, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) meroket 7,14%, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) melesat naik 5,81% dan saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) menguat 2,56%.
Adapun kinerja bursa di Asia siang hari ini bergerak menghijau. Indeks Hang Seng Hong Kong naik 0,64%, indeks Kospi menguat 0,4%, indeks Strait Times Singapore menguat 0,36%, indeks Nikkei 225 naik 0,07% dan indeks Shanghai Composite terdepresiasi 0,05%.
Bursa Saham Asia berhasil mencatatkan kenaikan jelang rilis data ekonomi Amerika Serikat dan pertemuan para pemimpin Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan memberi petunjuk baru terkait kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan tahun depan.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika Serikat yang terbit pada Selasa malam nanti akan memberikan gambaran jelas apakah tren disinflasi akan terus berlanjut, atau terhenti.
Laporan ini akan dirilis sehari sebelum keputusan terakhir Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dijadwalkan 12–13 Desember 2023, dengan para pejabat diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan dan mengumumkan Ringkasan Proyeksi Ekonomi mereka.
"Ini bisa menjadi minggu yang monumental bagi pasar-pasar di Asia jika saja data IHK Amerika Serikat dan The Fed memastikan bahwa siklus kenaikan suku bunga telah berakhir," kata Charu Chanana, seorang Ahli Strategi Market di Saxo Markets.
Menurut ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, IHK AS diperkirakan stagnan di angka 0% efek secara langsung dari penurunan harga energi, dengan inflasi inti bulanan sebesar 0,3%.
Survei yang dilakukan oleh 22V Research menunjukkan 46% investor yang disurvei berpendapat bahwa reaksi pasar terhadap inflasi akan beragam. Sebanyak 28% bertaruh pada peristiwa risk-off, dan hanya ada 26% yang melihat respons risk-on.
"Ekspektasi inflasi jangka pendek telah turun tajam akibat penurunan harga energi dalam beberapa bulan terakhir," kata Anna Wong dan Stuart Paul dari Bloomberg Economics.
"Hal ini memberikan lebih banyak ruang bagi The Fed untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan karena risiko penurunan terhadap aktivitas dan risiko kenaikan inflasi menjadi lebih seimbang," terangnya.
(fad)