Jokowi juga menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah terbanyak kasus korupsi di mana pejabat negara terlibat di dalamnya.
"Sudah banyak sekali, dan menurut saya terlalu banyak pejabat-pejabat kita yang ditangkap dan dipenjara, tidak ada negara lain yang menangkap dan memenjarakan pejabatnya sebanyak di negara kita di Indonesia," jelasnya.
Dengan adanya Hakordia, Jokowi menghimbau agar masyarakat ikut turut membantu untuk bersama-sama mencegah tindak pidana korupsi dan memberikan efek jera pada pejabat yang melakukan korupsi.
Indeks Persepsi Anti Korupsi Kian Memburuk
Indeks Persepsi Anti Korupsi (IPAK) Indonesia pada 2023 tercatat di angka 3,92 pada skala 0 sampai 5. Angka itu lebih rendah dibandingkan indeks pada 2022 sebesar 3,93.
Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin antikorupsi, sedangkan nilai indeks yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
Mengacu pada itu, maka penurunan IPAK pada 2023 dibanding tahun sebelumnya, memperlihatkan, masyarakat Indonesia semakin permisif terhadap korupsi.
"Perkembangan IPAK terlihat menurun. Capaian IPAK pada 2023 juga masih relatif jauh dibandingkan target RPJMN yang ditargetkan berada pada skor 4,09," kata Amalia Adininggar Widyasanti, Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) dalam jumpa pers di Jakarta, awal November lalu.
Dengan kini IPAK ada di 3,92, lebih buruk daripada tahun lalu, jaraknya mencapai 0,17 poin dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Sementara bila mengacu pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis oleh Transparency International, skor Corruption Perception Index (CPI) atau disebut juga Indeks Persepsi Korupsi (IPK), di era kepemimpinan Jokowi cenderung stagnan bahkan memburuk.
Sebagai gambaran, pada 2014 lalu, IPK Indonesia masih di 34, lalu sempat membaik pada 2019 dengan capaian nilai 40 dan peringkat global 96. Akan tetapi, pada 2022, skornya merosot lagi menjadi 34, kembali ke titik mula dengan peringkat korupsi Indonesia merosot lagi ke posisi 110 dunia. Pada 2014, peringkat RI masih lebih baik di 107.
Sebagai perbandingan, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, skor IPK mencatat tren perbaikan yang konsisten di mana pada 2009 skornya masih di 20, naik ke 32 pada akhir pemerintahan. Peringkat global juga membaik dari 132 menjadi 118 pada 2013.
Penurunan IPK Indonesia mengindikasikan persepsi publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis di tanah air memburuk pada periode tersebut. Skor indeks diukur dengan skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih), sehingga semakin tinggi nilai persepsi korupsi sebuah negara maka semakin rendah korupsi terjadi di negeri itu.
(fik/rui)