Sedangkan pada saat yang sama, IHSG juga kembali bangkit dan sempat menyentuh 7.117,71 di awal perdagangan hari ini. IHSG sempat tergerus cukup dalam kemarin hampir 1% karena tertekan pelemahan saham GOTO yang ambles hingga lebih dari 20% pasca pengumuman pencaplokan Tokopedia oleh TikTok.
Melihat pasar obligasi, tekanan memang masih berlangsung melanjutkan pelemahan dalam perdagangan kemarin di mana ICBI melemah 0,3%. Sampai jelang siang ini, yield Surat Utang Negara (SUN) juga terlihat naik, mengindikasikan ada tekanan jual di pasar. Yield SUN 10 tahun tergerus 3,4 basis poin ke 6,63%.
Hampir semua tenor SUN mencatat kenaikan tingkat imbal hasil. Namun, tren itu juga lazim terjadi ketika lelang rutin SUN dilangsungkan. Para pemodal di pasar akan cenderung menekan harga agar bisa mendapatkan yield lebih tinggi dalam lelang.
Ada dugaan, pelemahan rupiah hari ini yang sedikit anomali dipengaruhi juga oleh kegelisahan pasar jelang gelar debat capres perdana nanti malam. Hasil survei yang mengukur peta elektabilitas tiga pasangan capres-cawapres yang dirilis belakangan memperlihatkan hampir pasti gelar Pilpres 2024 akan berlangsung dua putaran.
Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming masih memimpin, sementara dua paslon lain yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, masih berkejar-kejaran. Dalam survei Litbang Kompas yang dilansir Senin kemarin, angka pemilih bimbang alias undecided voters juga sangat tinggi mendekati 30%. Tingginya pemilih yang masih belum menentukan pilihan memberi bobot ketidakpastian pada prediksi pemenang Pilpres 2024 nanti.
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai arus modal keluar (capital outflow) sepertinya masih akan terjadi, dan faktor pemilu menjadi salah satunya. Sinyal ke arah sana terlihat dari data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Neraca modal dan finansial pada kuartal III-2023 mengalami defisit US$ 0,3 miliar. Neraca investasi langsung dan portofolio mengalami penurunan masing-masing 30,3% dan 18,9% dibandingkan kuartal sebelumnya.
"Penurunan ini menjadi bukti arus keluar modal asing di pasar obligasi dan saham, yang pada Juli-September mencapai US$ 2,5 miliar. Ke depan, neraca finansial kemungkinan terkena dampak negatif dari tingginya yield obligasi global dan periode pemilu," sebut Satria dalam risetnya.
(rui/aji)