Akibat penutupan tambang Cobre Panama saja, sebanyak 600.000 ton pasok tembaga dunia akan menghilang. Hal tersebut membalikkan pasar dari perkiraan surplus besar menjadi impas atau bahkan defisit, menurut para analis.
Hal ini juga merupakan peringatan besar bagi masa depan, sebab tembaga merupakan logam penting yang dibutuhkan untuk mendekarbonisasi perekonomian global, yang berarti perusahaan pertambangan akan memainkan peran penting dalam memfasilitasi peralihan ke energi ramah lingkungan.
Meskipun reaksi harga terhadap gangguan pasokan tembaga sejauh ini belum terdengar – di tengah kekhawatiran yang masih berlanjut terhadap sektor properti China – tanda-tanda pemulihan permintaan akan berdampak pada ketatnya pasar.
Sekadar catatan, pekan lalu Pemerintah Panama secara resmi memerintahkan First Quantum Minerals Ltd untuk mengakhiri semua operasi tambang tembaga senilai US$10 miliar di negara tersebut.
Perintah tersebut dikeluarkan setelah berminggu-minggu protes dan pertikaian politik yang memuncak ketika Mahkamah Agung membatalkan undang-undang yang mendasari izin pertambangan First Quantum. Di sisi lain, tambang Cobre Panama dapat memproduksi sekitar 400.000 ton tembaga per tahun.
Anglo Pangkas Produksi
Ketika pasar sedang mencerna berita bahwa salah satu tambang terbesar akan ditutup (setidaknya untuk saat ini), Anglo American Plc menyampaikan kejutan besar dalam outlook produksinya pada Jumat dengan pengumuman bahwa mereka akan memangkas produksi dari bisnis tembaga andalannya di Amerika Selatan.
Meskipun permasalahan yang terjadi pada tambang platinum dan bijih besi di Afrika Selatan dipublikasikan dengan baik, pemangkasan produksi tembaga membuat investor lengah, sehingga membuat saham perusahaan tersebut anjlok sebesar 19%.
Anglo telah mengurangi target produksi tembaganya untuk tahun depan sekitar 200.000 ton, yang pada dasarnya menghilangkan pasokan tembaga setara dengan tambang tembaga besar dari pasokan global. Produksi akan makin turun pada 2025.
BMO Capital Markets, yang memperkirakan surplus besar tembaga olahan tahun depan, kini malah mengalami defisit kecil. Goldman Sachs Group Inc – yang lebih optimistis terhadap tembaga dan memperkirakan defisit logam olahan pada 2024, kini melihat kekurangan tersebut membengkak hingga lebih dari setengah juta ton. Jefferies juga memperkirakan terjadinya defisit besar tahun depan.
“Penurunan pasokan memperkuat pandangan kami bahwa pasar tembaga sedang memasuki periode pengetatan yang lebih jelas,” kata analis Goldman termasuk Nicholas Snowdon.
Ekspektasi pasar yang lebih longgar dalam waktu dekat telah membebani harga tembaga hampir sepanjang tahun ini, menyebabkan pergerakan harga tembaga melemah. Pada awal Oktober, Kelompok Studi Tembaga Internasional memperkirakan akan terjadi surplus sebesar 467.000 ton pada tahun depan – perkiraan surplus terbesar sejak 2014.
Persediaan tembaga aktif di London Metal Exchange (LME) telah melonjak sejak pertengahan tahun ke level tertinggi dalam dua tahun, namun kini telah menurun selama tiga minggu berturut-turut.
“Gangguan telah meningkat secara signifikan, dan kemungkinan terjadinya defisit pasar kini makin besar,” kata Jefferies. “Kita mungkin berada di puncak siklus tembaga berikutnya.”
(bbn)