Pada Maret 2020, tekanan datang dari pengumuman kasus Covid-19 pertama yang ditemukan di Indonesia. Sempat beberapa kali terjadinya penghentian sementara perdagangan atau mekanisme trading halt dan IHSG pernah menyentuh angka 3.937 pada 24 Maret 2020.
Menurut data Bursa Efek Indonesia, IHSG tercatat anjlok 6,58% ke 5.136 pada 9 Maret 2020. Setelah itu, IHSG melanjutkan tren bearish.
Untuk Maret 2023, ada beberapa sentimen yang bisa mempengaruhi gerak IHSG. Selain inflasi, hari ini juga ada rilis data aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI).
S&P Global melaporkan, PMI manufaktur Indonesia pada Februari 2023 berada di level 51,2. Sedikit lebih rendah dibandingkan pada Januari 2023 yang sebesar 51,3. Masih di zona ekspansi karena di atas 50, tetapi laju ekspansi itu sepertinya melambat.
Manufaktur menjadi penting untuk menjadi perhatian pelaku pasar. Sebab, manufaktur adalah kontributor utama pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi lapangan usaha. Ketika sektor ini tumbuh, maka ekonomi secara keseluruhan akan ikut tumbuh.
Selanjutnya pada Maret ini akan terdapat agenda laporan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), neraca perdagangan termasuk angka ekspor dan impor Indonesia, dan juga pengumuman penjualan ritel. Termasuk akan ada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terkait suku bunga acuan.
Adapun jika dibandingkan dengan indeks regional, atau rekan-rekannya di Asia, tercatat Hang Seng Index Hong Kong juga mencatatkan koreksi 3,17%. Senada, Straits Times Index Singapore juga terdepresiasi 1,54%. Indeks Nikkei 225 Tokyo Stock Exchange melemah 1,71%.
Jika mencermati lebih lanjut, koreksi paling dalam dihadapi oleh Hang Seng Index Hong Kong dengan minus 3,17% pada data rata-rata perdagangan saham dalam 5 tahun terakhirnya.
Kekhawatiran terhadap perang Rusia-Ukraina menjadi salah satu sebab utama, karena menimbulkan gangguan pada rantai pasok serta goncangan yang berlanjut pada pasar komoditas.
Indeks saham China juga tertekan karena pemerintahan Presiden Xi Jinping menerapkan kebijakan lockdown akibat melonjaknya angka penderita Covid-19 yang mengakibatkan perekonomian jadi terganggu.
(fad/aji)