Pelemahan tersebut seiring dengan dolar yang terus menguat setelah data pekerjaan di AS lebih kuat dari yang diperkirakan sebelumnya.
"Penilaian kembali dovish The Fed beristirahat minggu lalu dan dolar pulih, dibantu oleh laporan ketenagakerjaan yang solid dan survei AS yang masih tangguh," tulis Analis Themistoklis Fiotakis dan Mitul Kotecha di Barclays dalam sebuah catatan, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Tidak hanya pasar valas, Bursa Saham Asia pun berguguran. Pada penutupan Sesi I IHSG melemah 0,56%.
Sedangkan Hang Seng (Hong Kong), PSEI (Filipina), Straits Times (Singapura), indeks Shanghai Composite (China) dan KLCI (Malaysia), dengan terpangkas masing-masing 1,78%, 0,81%, 0,78%, 0,23% dan 0,01%.
Adapun Bursa Saham China merosot karena melemahnya laju inflasi dan kurangnya sinyal stimulus yang kuat dari pertemuan ekonomi yang semakin memperdalam kekhawatiran tentang prospek pasar.
Data yang dirilis pada Sabtu menunjukkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) China turun pada laju paling tajam dalam tiga tahun. Sementara Indeks Harga Produsen (IHP) turun lebih jauh ke teritori negatif.
Menurut Bloomberg Intelligence, beberapa pelaku pasar mungkin kecewa karena regulator China menghapus kata-kata "Bersifat Kuat" saat menggambarkan kebijakan moneter untuk tahun 2024.
"Situasi deflasi China semakin parah dengan dampak ganda dari harga pangan dalam negeri, koreksi harga minyak internasional, dan permintaan dalam negeri yang lemah," tulis Ekonom Citigroup yang dipimpin oleh Xinyu Ji dalam catatan kepada klien.
(fad/ezr)