Menurut laporan keuangan kuartal III-2023 Freeport-McMoRan Inc, induk PTFI, pembangkit berkapasitas 265 MW itu akan menelan biaya US$1 miliar (sekitar Rp15,61 triliun asumsi kurs saat ini) untuk menggantikan PLTU yang sudah beroperasi selama 25 tahun.
Pada perkembangan lain, Tony menyebut produksi tembaga Freeport akan dibutuhkan untuk investasi pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) pada masa depan.
“Sebab 65% produk tembaga dunia akan digunakan sebagai penghantar listrik dan sekarang ini negara-negara berlomba lomba menggunakan pembangkit energi bersih sehingga akan membutuhkan tembaga lebih banyak lagi,” ujarnya.
Dia mencontohkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) akan membutuhkan sekitar 1,5 ton tembaga untuk tiap megawattnya, sedangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) membutuhkan 5,5 ton tembaga tiap megawattnya.
Antisipasi Pajak Karbon
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan saat ini negara-negara dunia sudah mulai mengangkat isu carbon mechanism cross border, di mana barang-barang industri yang mempunyai konten karbon tinggi akan dikenai pajak. Singapura sudah mulai kebijakan tersebut dengan menerapkan pajak karbon senilai US$5 dan diperkirakan naik menjadi US$50 pada 2050.
Kebijakan negara-negara tersebut, sambung Arifin, harus segera diantisipasi perusahaan-perusahaan di Indonesia khususnya PTFI agar tidak dirugikan dengan pengenaan pajak tinggi terhadap produk yang dihasilkan karena memiliki konten karbon tinggi dari produknya.
"Makanya saya bilang ke Tony [Presiden Direktur PTFI], energi yang dipakai untuk mendukung ini [pertambangan di PTFI] harus segera dipikirkan untuk menggunakan energi bersih," kata Arifin di sela kunjungannya ke tambang terbuka dan bawah tanaah Freeport di Papua akhir pekan lalu.
Dia menambahkan sumber-sumber energi bersih sangat banyak tersedia di Indonesia, misalnya energi angin yang potensinya mencapai 500 gigawatt (GW) dan menjadi modal untuk dapat dimanfaatkan.
"Potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia sangat besar, misalnya saja untuk energi angin menurut survei perusahaan dari negara lain mengatakan potensinya hingga mencapai 500 GW terutama yang berada di ketinggian 140 meter, kalau memang yang di bawah-bawah itu kecil seperti Pantai Pangandaran [atau] Merauke itu kecil," kata Arifin.
Sekadar catatan, tambang Grasberg yang dikelola Freeport berada pada ketinggian 4.280 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang juga merupakan area dengan curah hujan tertinggi di dunia, yaitu 200 inci per tahun.
Di tempat ini, penambangn menggunakan metode penambangan terbuka sehingga memungkinkan penggunaan alat berat berukuran besar seperti shovel dan truk besar (haul truck) untuk menambang material. Sejak tahun 2020, tambang terbuka Grasberg sudah tidak beroperasi lagi.
Adapun, tambang bawah tanah yang dimiliki PTFI saat ini merupakan yang terbesar di dunia dan berada di ketinggian +2.500 sampai +3070 mdpl. Tambang bawah tanah yang saat ini aktif beroperasi adalah Grasberg Block Cave, Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.
(wdh)