Namun ICW menilai aneh ketika Polri melakukan kembali uji konsekuensi di tengah proses permohonan informasi berjalan. Hal ini disampaikan oleh Polri dalam jawaban surat keberatan bahwa informasi pengadaan pembelian gas air mata dikecualikan.
"Hal ini mengindikasikan bahwa memang sejak awal Polri tidak berniat untuk membuka dokumen tersebut kepada publik."
Koalisi menilai, argumentasi Polri dalam menolak permohonan informasi tersebut tidak sejalan dengan Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Pada Pasal 15 ayat (9) menyatakan bahwa informasi mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan informasi yang wajib disediakan oleh Badan Publik secara berkala.
Pada 30 November 2023, ICW melayangkan permohonan penyelesaian sengketa informasi kepada Komisi Informasi Pusat (KIP). Proses ini merupakan mekanisme formal yang diatur berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Undang Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Proses sengketa informasi ini dianggap menjadi sangat krusial karena sikap Kepolisian dianggap tidak transparan dan akuntabel ketika membeli sejumlah peralatan, salah satunya gas air mata.
Salah satu permasalahan yang terungkap dari hasil pemantauan ICW dan Tren Asia adalah ragam dugaan kecurangan dalam pembelian gas air mata yang menelan anggaran hingga Rp2,01 triliun.
Sebagaimana diketahui, sejak tragedi Kanjuruhan pada Oktober 2022 lalu, polisi disayangkan melakukan dugaan pelanggaran atas pengamanan massa yang menyalahi prosedur terkait gas air mata termasuk di tragedi Kanjuruhan.
Ada juga kasus penembakan gas air mata terhadap warga di Pulau rempang yang menolak pembangunan Eco-City. Kapolri karena itu juga diminta agar menghentikan pembelian amunisi gas air mata sampai ada evaluasi dan perbaikan mengenai tata kelola penggunaan gas air mata.
(ezr)