Pembangunan skybridge bertujuan agar masyarakat beralih ke transportasi massal, untuk mengatasi permasalahan kemacetan, polusi udara, tingginya angka kecelakaan, dan permasalahan lainnya.
“Kita harus memikirkan bagaimana masyarakat dapat dengan mudah menggunakan angkutan umum dari rumah ke tempat tujuan. Jadi integrasi antar modanya benar-benar harus dipikirkan dengan baik, dan tentunya dengan harga yang terjangkau,” tuturnya.
“Kita harus pikirkan bagaimana menyediakan angkutan first mile yaitu angkutan dari rumah menuju ke simpul transportasi dan last mile yaitu angkutan dari simpul transportasi ke tempat tujuan maupun sebaliknya,” tambahnya.
Sementara Plt. Kepala BPTJ Suharto menjelaskan, akan terus berkolaborasi dengan Pemkab Bogor untuk mengembangkan Skybridge dengan konsep Transit Oriented Development (TOD)/Kawasan Berorientasi Transit.
Ia mengatakan setelah diresmikan, jembatan ini diserahterimakan kepada pemerintah kabupaten bersama dengan PT Kereta Commuter Indonesia untuk dikelola bersama. Selain itu diserahkan pula 35 unit shelter/halte, untuk mendukung pengoperasian angkutan umum di kota bogor dengan skema Buy The Service (BTS) BISKITA Transpakuan Bogor.
Dengan pengoperasian skybridge ini, pengguna KRL dari arah sisi selatan atau dari arah Jalan Raya Bojonggede tak lagi keluar masuk di pintu stasiun yang ada di pinggir jalan yang sering menimbulkan kemacetan.
Aksesnya dialihkan menggunakan skybridge dari arah terminal ke Stasiun KRL Bojonggede dan sebaliknya, yang menempuh waktu sekitar 3 menit untuk sekali melintas. Hal ini dianggap juga akan membantu kala hujan deras ketika akses biasanya bisa mengalami genangan hingga banjir yang menyulitkan pejalan kaki.
(ezr)