Pasar saham Asia dan Bursa Berjangka Amerika Serikat turun tipis sebagai respon dari rilis data ekonomi China terbaru yang tercatat 3%. Realisasi yang jadi salah satu yang terendah sejak tahun 1970.
Indeks Hang Seng terpantau turun lebih dari 1% diikuti oleh pelemahan kontrak indeks S&P 500 di saat bursa Amerika Serikat (AS) tengah masuk periode libur. Pasar saham global terpantau flat setelah sempat berada di tren naik pada awal tahun perdagangan.
Pada perdagangan saham di Bursa Hong Kong dan China bertahan di zona merah pasca pengumuman tersebut. Realisasi pertumbuhan ekonomi 3% memang jauh dari target yang ditetapkan sebesar 5,5%. Pandemi Covid-19 yang kembali mewabah jadi faktor terbesar pertumbuhan ekonomi meleset dari target.
Namun secara realisasi pertumbuhan kuartal IV-2022 ada di level 2,9% (YoY), lebih rendah dibandingkan kuartal III-2022 yakni 3,9% (YoY). Data kuartal IV-2022 sedikit lebih baik dan membawa harapan pemulihan dalam waktu dekat.
Kepercayaan diri pemulihan datang dari Goldman Sachs Group Inc. dan UBS Group AG. Mereka percaya pemerintah setempat akan melakukan pelonggaran dalam waktu dekat dan berkomitmen menggelontorkan dana lebih dari US$ 836 miliar. Komitmen ini bisa jadi pereda sentimen negatif atas kemungkinan resesi ekonomi global.
Hal lain yang menjadi kalatis positif perbaikan arah ekonomi adalah rencana regulator keuangan China dan perusahaan untuk mengelola utang mereka di masa mendatang.
Sementara bursa saham Jepang naik, dengan kondisi mata uang Yen terpantau sedikit mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Pergerakan ini dipicu rencana kebijakan Bank of Japan yang diumumkan pada Rabu (18/1/2022) waktu setempat. Yield 10 tahun Jepang naik lebih tinggi dari apa yang dipatok bank sentral dalam tiga hari perdagangan terakhir karena optimisme atas perubahan arah kebijakan.
“Kami melihat akan ada arah kebijakan yang positif yang memengaruhi pasar Asia, khususnya bursa saham China. Terlebih dengan agenda pertemuan Bank of Japan sebentar lagi. Memang masih ada sedikit risiko penarikan namun tak akan berdampak besar,” kata Matthew Simpon, analis City Index.
(wep/hps)