Temuan lainnya, terdapat 2% debitur dengan pinjaman KUR melebihi jangka waktu pinjaman yang ditetapkan, debitur KUR yang memiliki NIB baru sebanyak 27%, dan sisanya sebesar 72% debitur memakai SKU/SKUD.
Tak hanya itu, masih terdapat 4% penyaluran KUR merupakan penerima KUR yang sedang menerima kredit komersial (switching), hingga terdapat 2% debitur yang tidak sesuai dengan NIK-nya dengan yang tercatat di SIKP.
“Hal tersebut dikarenakan KTP belum diperbaharui 50%, KTP sedang diperbaharui 25%, dan alasan lainnya 25%. Terdapat juga 129 debitur atau 26,8 persen tidak memiliki NPWP dari 481 debitur KUR di atas Rp50 juta," kata Yulius.
Selain itu, kata Yulius, ada beberapa temuan tambahan hasil monev pelaksanaan KUR. Di antaranya, KUR Kecil dengan plafon di atas Rp100 juta hingga Rp500 juta dikenakan agunan tambahan yang tidak wajar, yaitu melebihi dari jumlah akad yang diterima.
Kemudian, terdapat 32 debitur KUR Kecil dengan plafon mendekati batas atas plafon KUR Mikro dengan kisaran Rp101 juta hingga Rp110 juta agar dapat dikenakan agunan tambahan oleh penyalur KUR.
"Masih terdapat dana KUR yang diendapkan oleh penyalur KUR dengan cara diblokir atau ditahan beberapa bulan untuk digunakan sebagai jaminan," kata Yulius.
Bahkan, kata Yulius, masih ditemukan sebagian kecil biaya-biaya tambahan seperti biaya administrasi dan biaya asuransi.
Dengan demikian, kata Yulius, KemenKopUKM akan memberikan teguran kepada penyalur Kredit Usaha Rakyat yang tidak taat pada pedoman penyaluran yakni Permenko Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR. Teguran itu akan diberikan melalui Forum Pengawas KUR.
“Temuan pelanggaran akan kita bawa ke Forum Pengawas KUR yang dipimpin BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan),” ujar Yulius.
Adapun realisasi penyaluran KUR tahun 2023 sampai dengan 6 Desember 2023 berdasarkan data SIKP sebesar Rp232,16 triliun atau sebesar 78,17% dari target sebesar Rp297 triliun kepada 4,15 juta debitur.
(dov/ain)