"Artinya, perpanjangan ini dengan persetujuan Menteri [ESDM] dan akan dievaluasi sesuai dengan ketersediaan sumber daya dan cadangan yang didapatkan di perusahaan tersebut. Apalagi, dengan adanya peningkatan saham pemerintah lewat MIND-ID menjadi 61% [dari saat ini 51,2%], otomatis perpanjangannya akan lebih mudah," jelas Rizal.
Untuk diketahui, smelter Manyar merupakan fasilitas pemurnian dan pengolahan konsentrat tembaga kedua milik Freeport yang tengah dibangun di Kawasan Java Integrated Industrial Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur dengan luas total sekitar 100 hektare (ha).
Total investasi smelter Manyar hingga akhir tahun ini diproyeksi mencapai US$2,7 miliar atau sebanding dengan Rp41,87 triliun, asumsi kurs saat ini. Smelter itu dirancang dengan kapasitas pengolahan untuk sekitar 1,7 juta ton konsentrat menjadi kurang lebih 600.000 ton katoda tembaga per tahun.
Proyek tersebut diestimasikan rampung akhir tahun ini dan mulai commissioning hingga Mei 2024, sebelum dilanjutkan dengan ramp up atau optimasi produksi hingga Desember tahun depan.
"Seharusnya memang peraturannya harus mengadopsi jumlah cadangan yang didapatkan perusahaan, mengolahnya di dalam negeri dan umur izin tambangnya akan disesuaikan. Sehingga ini menjadi insentif bagi perusahaan yang serius mengembangkan kegiatan eksplorasinya untuk menambah sumber daya dan cadangan," lanjut Rizal.
PT Freeport Indonesia sendiri sebelumnya menargetkan kenaikan produksi Grasberg Block Cave (GBC) menjadi 180.000 ton/hari, setelah menuntaskan pembangunan Crusher 603 di area tambang bawah tanah di Papua itu.
Kepala Teknik Tambang Freeport Indonesia Carl Tauran mengatakan rerata hasil produksi tambang GBC saat ini adalah 120.000 ton/hari, sehingga tambang bawah tanah tersebut saat ini memasuki tahap puncak seiring dengan mulai beroperasinya Crusher 603.
"Dengan beroperasinya Crusher 603, GBC dapat memiliki kapasitas rata-rata produksi sebesar 150.000 ton/hari, dan berpotensi mencapai kapasitas puncak sebesar 180.000 ton/hari,” ujarnya, belum lama ini.
Adapun, pada semester I-2023, Freeport sendiri telah merealisasikan produksi tembaga sebanyak 735 juta pon dan diperkirakan mencpaai 1,6 miliar pon hingga akhir tahun. Sendangkan untuk emas 881.000 ons dan diperkirakan mencapai 1,9 juta ons.
Alasan Pemerintah
Di tempat terpisah, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan pemerintah kukuh mempercepat perpanjangan IUPK Freeport hingga 2061, meski masa berlaku izin eksisting baru akan berakhir pada 2041.
Menurut Bahlil, Freeport mengelola tambang mineral bawah tanah (underground) Grasberg yang akan mencapai masa puncak produksinya pada 2035. Dengan demikian, pemerintah – sebagai pemegang saham mayoritas 51% di PTFI – ingin mengamankan aset mineral yang berbasis di Papua itu.
“Sekarang kalau eksplorasi tambang yang bukan underground itu 3 tahun sudah beroperasi, baru bisa tahu itu hasilnya paling cepat ada yang 15 tahun. Sekarang kita berpikir strategis saja, produksi Freeport itu 2035 capai puncaknya. Begitu selesai 2035 akan menurun. Kalau tidak ada kepastian perpanjangan [IUPK], maka tidak ada eksplorasi lagi,” jelasnya, Kamis (7/12/2023).
Atas dasar itu, dia berpendapat, jika IUPK Freeport tidak diperpanjang sekarang, aset tambang bawah tanah perusahaan akan menjadi ‘barang mati’ pada 2041 atau saat habisnya masa berlaku IUPK eksisting.
“Karena itu dilakukan perpanjangan [sekarang]. Namun, [Freeport] ini kan sudah menjadi milik Pemerintah Indonesia. Kita minta penambahan saham 10% sudah disetujui. Kalau tidak, tidak akan kita perpanjang [izinnya].”
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)