Ini adalah pertama kalinya dia secara langsung menggunakan alat diplomasinya yang paling kuat sejak menjabat pada 2017, dan pertama kalinya kantor tersebut secara eksplisit menggunakan artikel tersebut sejak 1971.
Seruan terbaru PBB untuk penghentian tersebut muncul ketika pasukan Israel bergerak lebih jauh ke selatan Jalur Gaza dan memerangi militan Hamas.
Konflik yang telah berlangsung selama dua bulan ini diklaim bermula ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang, menurut pemerintah Israel.
Pemboman udara dan serangan darat Israel sejak itu telah menewaskan lebih dari 16.000 warga Palestina, menurut kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas.
Pada Selasa, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dalam penjelasannya kepada anggota kabinet perang lainnya, menolak tekanan yang meningkat untuk menghentikan kampanye militer di Jalur Gaza selatan, dan bersumpah untuk terus melanjutkannya sampai Hamas dibasmi.
Banyak warga Palestina yang lolos dari serangan awal Israel, yang terkonsentrasi di Gaza utara, dengan melarikan diri ke selatan wilayah tersebut. Hal ini telah meningkatkan risiko terhadap warga sipil, karena wilayah selatan juga sedang diserang.
“Situasi ini dengan cepat memburuk menjadi sebuah bencana dengan dampak yang berpotensi tidak dapat diubah lagi bagi warga Palestina secara keseluruhan dan bagi perdamaian dan keamanan di kawasan,” kata Guterres dalam suratnya.
Dewan Keamanan pada 15 November menyetujui resolusi yang menyerukan jeda kemanusiaan dalam kampanye Israel dan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas. Gencatan senjata dilaksanakan sekitar seminggu kemudian, namun pertempuran kembali terjadi pada 1 Desember ketika kedua pihak gagal menyepakati perpanjangan gencatan senjata.
(bbn)