"Jaringan internet in belum semua daerah terkoneksi, sehingga banyak [transaksi] kemlbai ke metode manual," ujar dia.
Ketiga, isu validitas data penerima manfaat. Hal tersebut yang mengakibatkaan banyaknya petani yang ditolak ketika ingin mengambil pupuk subsidi di kios, lantaran data yang belum diperbarui secara berkala.
"Validasi data ini perlu terus dilakukan penyesuaian, karena berakibat pada alokasi dan realisasinya," kata Otong.
"Banyak petani yang sudah pindah, tetapi masih terdaftar. Hal yang terjadi sampai saat ini banyak miskomunikasi antara petani dan kios. Kios bertahan dengan data yang ada, tetapi petani memerlukan pupuk untuk area tanamnya," imbuhnya.
Keempat, kebijakan yang berbeda-beda dari masing-masing daerah. Menurut Otong, hal it bisa menyebabkan tidak sinkronnya alokasi penerimaan pupuk subsidi di tiap daerah.
"Hal-hal seperti itu juga menjadi masalah. Kebijakan lokal itu mempengaruhi daerah lain. itu yang kadang-kadang terjadi."
Kelima, permasalahan human error dari petani itu sendiri. Otong mengatakan, banyak petani yang lupa akses Kartu Tani. Untuk itu, dinilai merepotkan lantaran petani harus antre di bank untuk mendapatkan pin baru.
"Dengan berbagai kendala itu, kami ingin ada usulan atau keinginan. Petani menginginkan sesuatu yang mudah dan gampang dalam memperoleh pupuk bersubsidi, ini diharapkan bisa jadi salah satu sistem yang mengadopsi ini."
Jumlah Kurang
Dalam kesempatan yang sama, pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan hal lain yang turun menghambat pupuk bersubsidi ialah ketersediaan pupuk yang kurang dari permintaan.
Khudori mengatakan kebutuhan pupuk untuk seluruh petani di Indonesia saat ini telah mencapai 24 juta ton. "Namun, jumlah yang bisa diseadikan pemerintah hanya 8—9 juta ton, jadi cukup lebar disparitasnya," ujar Khudori.
Menyitir data Kementerian Pertanian, jumlah alokasi pupuk subsidi sepanjang 2023 sebanyak 58.600 ton urea, 52.744 ton NPK, dan 21 ton NPK formula khusus. Adapun, hingga Juli 2023, realisasi penyaluran pupuk urea bersubsidi telah mencapai 24,22% dan NPK 41,36%.
Per 31 Juli 2023, PT Pupuk Indonesia (Persero), sebagai perusahaan yang diamanatkan untuk menyalurkan program tersebut, telah menyalurkan sebanyak 3,83 juta ton pupuk dengan rincian pupuk urea sebanyak 2,25 juta ton dan pupuk NPK 1,55 juta ton.
Realisasi itu masih cukup rendah dibandingkan dengan total alokasi pupuk bersubsidi sebesar 9,1 juta ton yang ditetapkan sejak 2022.
(ibn/wdh)