Namun, layaknya aset investasi dan lindung nilai lain, emas juga pernah turun harga dan stuck di kisaran terbatas sehingga tidak memberi tingkat keuntungan yang diharapkan. Supaya investasi emas bisa cuan, penting bagi pemodal untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Emas imbangi inflasi
Emas menjadi favorit salah satunya karena dinilai efektif membantu aset dari tekanan inflasi harga jangka panjang.
Pada 2013 lalu, harga emas Antam masih di kisaran Rp520.000 per gram. Sementara saat ini per gramnya sudah dibanderol Rp1,12 juta. Itu berarti terjadi kenaikan 115% atau sekitar 11,5% per tahun.
Sementara itu kenaikan harga emas di pasar global sedikit lebih kecil dalam 10 tahun terakhir yaitu hampir 70% atau 7% per tahun.
Kenaikan harga emas Antam dalam satu dekade itu bahkan mengalahkan pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang 10 tahun terakhir mencatat pertumbuhan 63,6% atau rata-rata 6,3% per tahun.
Tingkat inflasi di Indonesia dalam satu dekade terakhir sekitar 4,01% per tahun. Artinya, laju kenaikan emas masih lebih tinggi dibanding tingkat inflasi. Ini menunjukkan, emas masih cukup ampuh menjadi instrumen lindung nilai dari inflasi.
2. Perlakukan sebagai aset jangka panjang
Emas memang cukup likuid karena mudah diuangkan baik dengan dijual ataupun digadaikan. Akan tetapi, emas cenderung lebih menguntungkan bila diperlakukan sebagai aset investasi jangka panjang di atas 5 tahun.
Pasalnya, bila ditujukan sebagai investasi untuk tujuan keuangan jangka pendek bahkan menengah, masih agak sulit mengharap cuan yang optimal.
Lonjakan harga emas lima tahun terakhir adalah karena faktor yang luar biasa, yaitu pecah pandemi yang terakhir terjadi 100 tahun silam. Harga emas juga melonjak karena faktor pecah perang di Ukraina awal 2022 yang memicu kenaikan parah harga komoditas yang melesatkan inflasi global.
Tanpa faktor extraordinary, risiko stagnasi harga emas bahkan penurunan, masih terbuka. Periode 2013-2018 misalnya, dalam lima tahun harga emas di pasar global pernah menyentuh rekor di US$ 1.692,75 per troy ounce. Namun, di akhir 2018, harganya terkikis hingga 24% ke kisaran US$ 1.280,71 per troy ounce.
Sementara pada periode 2018-2023, emas mencetak kenaikan 54% dengan beberapa memecah rekor tertinggi sepanjang masa (all time high) yakni pada saat pandemi pecah ke level US$ 2.063 per troy ounce dan kemarin saat spekulasi pivot The Fed memuncak dan mengantar emas memperbarui rekor di US$ 2.072,22 per troy ounce.
3. Emas fisik, perhiasan, berjangka atau digital
Menempatkan aset di emas saat ini bukan hanya terbatas pada pembelian emas fisik seperti era kakek nenek. Investor juga bisa membeli emas secara digital di berbagai aplikasi emas digital, yang memungkinan pembelian emas lebih murah karena emas tidak dicetak.
Selain itu, mencicipi cuan emas juga bisa dilakukan dengan membeli kontrak emas berjangka. Nah, mana yang menarik?
Pembelian emas 'cash and carry' mungkin terasa lebih 'tuntas' karena cara ini tidak memiliki risiko gagal cetak emas yang merugikan. Namun, cara ini menuntut investor memiliki tempat penyimpanan yang aman terutama bila koleksi emas sudah semakin banyak.
Sementara bila membeli emas digital di mana mencetaknya menjadi emas fisik adalah opsional, menguntungkan dari sisi praktis karena investor tidak perlu menyimpannya sendiri. Namun, ada risiko fraud bila pembelian emas digital dilakukan di provider yang kurang kredibel.
Adapun membeli emas di pasar berjangka berarti mencari cuan dari trading jangka pendek. Anda tidak membeli emas dalam arti harfiah, melainkan hanya memperdagangkan kontrak derivatifnya. Naik turun harga emas bisa menguntungkan tergantung dari posisi yang diambil trader. Risikonya cukup tinggi dan membutuhkan keahlian membaca grafik teknikal selain analisis fundamental.
Nah, bagaimana dengan investasi emas perhiasan? Keuntungan emas perhiasan adalah bisa digunakan sebagai bagian dari aksesori penampilan. Akan tetapi, harga jualnya bisa lebih rendah karena dipangkas biaya pembuatan sekitar 20%.
(rui/roy)