Saat itu, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menerbitkan hasil audit kasus senilai Rp11 triliun tersebut, dan menetapkan kerugian negara ditaksir mencapai Rp8,32 triliun.
Selain menerbitkan hasil pemeriksaan laporan keuangan kementerian/lembaga, BPK juga menerbitkan hasil pemeriksaan 40 laporan keuangan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) yang diberikan opini 33 WTP, 6 WDP, dan 1 Tidak Wajar (TW).
"1 laporan diberi opini Tidak Wajar karena permasalahan realisasi belanja modal berpotensi tidak layak bayar sebesar Rp6,44 miliar dan realisasi pembayaran biaya remunerasi sebesar Rp1,83 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya," kata Isma.
Tak hanya itu, terdapat pula kelebihan pembayaran pencairan belanja sebesar Rp1,73 miliar dan realisasi pembayaran pencairan belanja Rp695,60 juta belum dapat diyakini bukti pertanggungjawabannya.
"Capaian opini WTP pada laporan keuangan kementerian/lembaga tahun 2022 telah mencapai 99% atau telah melampaui target 93% yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024," lapor Isma.
(lav)