Aguilar menolak untuk mengkonfirmasi laporan media yang menyebut kelompok ISIS menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Awal 2019, sejumlah pengebom bunuh diri melakukan aksi di Jolo beberapa hari setelah warga wilayah itu mendukung satu wilalah otonomi Muslim baru untuk mengakhiri kekerasan yang terjadi selama beberapa dekade di Filipina Selatan. Pertengahan 2019, ledakan terjadi di provinsi Sulu yang menewaskan lima orang dan melukai sembilan lainnya.
Saat itu, Undang-Undang darurat masih diterapkan di Mindanao, dua hari setelah terjadi pertempuran antar militer dan militan yang didukung teoris asing di Kota Marawi pada 2017.
Pertempuran selama lima bulan pada 2017 ini menewaskan lebih dari 1.000 orang dan puluhan ribu warga terpaksa mengungsi dari kota yang sebagian besar hancur itu.
Presiden Marcos Jr. meminta masyarakat untuk tetap tenang sementara pihak berwenang meningkatkan keamanana.
"Saya telah memerintahkan Polisi Nasional Filipina dan Angkatan Bersenjata Filipina untuk memastikan perlindungan dan keselamatan warga sipil dan keamanan di komunitas yang rentan dan terkena dampak serangan ini," kata Marcos dalam pernyataan tertulis.
"Penambahan personel pun telah dilakukan," tambah Marcos.
"Kaum ekstrimis yang mempergunakan kekerasan terhadap warga tidak bersalah adalah musuh masyarakat kami," kata Marcow.
Amerika Serikat mengecam "dengan sangat keras serangan teroris ini," dan menambahkan "terus melakukan kontak langsung dengan mitra Filipinanya," kata pernyataan tertulis Departemen Luar Negeri AS.
(bbn)
