Korea Selatan selama ini mengandalkan AS dalam hal intelijen berbasis ruang angkasa, tetapi kini berupaya melengkapinya dengan meningkatkan kemampuan pengintaiannya melalui serangkaian peluncuran yang bertujuan untuk menempatkan lima satelit mata-mata di orbit pada 2025.
“Dengan peluncuran yang sukses ini, militer Korea Selatan telah mendapatkan kemampuan pengawasan dan pengintaian luar angkasa yang independen,” kata Korea Selatan.
“AS tidak membagikan semua citra satelit yang diinginkan Korea,” kata Sejin Kwon, profesor teknik kedirgantaraan di Korea Advanced Institute of Science and Technology.
Penyelidikan mata-mata ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengembangkan program luar angkasa Korea Selatan, termasuk peluncuran roket Nuri pada Mei yang mengangkut delapan satelit ke orbit.
Dengan peluncuran satelit mata-mata tersebut, kedua Korea bergabung dengan sejumlah negara yang berupaya memperluas pengumpulan data mereka di luar angkasa.
Jepang berupaya meningkatkan jaringan satelit pengumpul informasinya dari lima menjadi sembilan dalam beberapa tahun ke depan agar dapat mengawasi negara-negara tetangganya yang memiliki senjata nuklir dengan lebih baik, kata Sekretariat Kabinet. Negara ini meluncurkan satelit pengintaian terbarunya pada Januari.
Sebuah roket India pada Juli meluncurkan satelit observasi bumi buatan Israel untuk pengguna Singapura, termasuk Badan Sains dan Teknologi Pertahanan negara tersebut, kata Israel Aerospace Industries dalam sebuah pernyataan.
IAI pada 2 Oktober mengumumkan kesepakatan untuk menjual dua satelit ke badan antariksa Azerbaijan.
Satelit mata-mata Korea Utara mungkin meningkatkan kemampuan Pyongyang dalam menargetkan rudal yang dirancang untuk melancarkan serangan nuklir di Korea Selatan dan Jepang.
Satelit Korea Selatan yang baru diluncurkan diperkirakan jauh lebih mampu dibandingkan satelit Korea Utara, yang kemungkinan memiliki sistem optik dasar yang diyakini para ahli menawarkan gambar dengan resolusi lebih rendah dibandingkan dengan satelit komersial.
Satelit Seoul memiliki teleskop dengan sensor elektro-optik/inframerah, menurut juru bicara Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan.
Pesawat luar angkasa ini mampu mengidentifikasi objek sekecil 30 sentimeter (12 inci), dengan kapasitas resolusi sekitar 100 kali lebih baik daripada yang dimiliki Korea Utara, demikian yang dilaporkan surat kabar DongA Ilbo pada akhir November.
Proyek ini dapat meningkatkan kemampuan Korea Selatan untuk mengumpulkan intelijen secara independen, dan bertindak sebagai pelindung terhadap perubahan politik di AS yang dapat berdampak pada pembagian informasi.
Mantan Presiden Donald Trump, yang ingin kembali ke Gedung Putih, selama masa jabatannya mengancam akan menarik pasukan AS yang ditempatkan di negara tersebut.
Korea Selatan memandang pengerahan satelit mata-matanya sebagai bagian dari triad keamanan bersama AS dan Jepang untuk melancarkan serangan pencegahan, menembak jatuh rudal dalam penerbangan, dan melancarkan serangannya sendiri untuk melumpuhkan aset militer dan komando Korea Utara.
(bbn)