Dalam Banker's Dinner, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, menahan bunga di level saat ini dalam waktu lebih lama dibutuhkan untuk memastikan inflasi tetap terkendali di tengah biaya pangan dan energi global yang tinggi.
"Untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam target 1,5%-3,5% pada tahun 2024-2025, BI Rate akan dipertahankan, dan respons selanjutnya akan disesuaikan dengan dinamika global dan domestik," kata Perry, Rabu malam (29/11/2023).
Harga Beras Mulai Jinak
Harga beras sampai November masih terus melanjutkan kenaikan, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Di mana pada November harga beras mencatat kenaikan 0,43% dibanding bulan sebelumnya, kenaikan terendah sejak Agustus.
Sementara secara tahunan, kenaikan harga beras mencapai 19,2% year-on-year di tingkat eceran dan naik 21,5% di tingkat grosir.
Lonjakan inflasi November lebih banyak dikarenakan harga cabai-cabaian dan bawang merah. Kenaikan cabai merah misalnya mencapai 42,8%, sementara cabai rawit naik harga hingga 43,3%.
Kenaikan harga cabai-cabaian akibat cuaca yang tidak menentu, pasokan yang minim, dan faktor distribusi yang tidak lancar.
Dengan prediksi musim penghujan masih akan berlangsung hingga Februari tahun depan, tanpa pengendalian harga yang tepat, harga cabai masih akan membebani inflasi di bulan-bulan mendatang.
Sementara harga beras diperkirakan akan melanjutkan pelemahan, naik lebih kecil, bila melihat tren produksi beberapa bulan ke depan. Mengacu pada siklus produksi padi BPS, pada Januari-Maret produksi beras sudah mulai masuk.
"Bila produksi ini mampu mencukupi kebutuhan maka kemungkinan harga beras akan dapat dikendalikan. Tahun depan diharapkan tidak terjadi lagi kenaikan beras," kata Deputi Kepala BPS Bidang Neraca dan Analisis Statistik Moh Edy Mahmud.
Bila harga pangan bisa terkendali, ada peluang inflasi akan semakin jinak mengingat tekanan dari harga energi alias bahan bakar minyak (BBM) sudah cukup landai menyusul penurunan harga minyak dunia.
Bunga Acuan
Menurut ekonom, lanskap harga pangan yang kemungkinan masih membebani itu mempersempit peluang bagi BI melonggarkan moneter. Bunga acuan masih akan dipertahankan tinggi meskipun itu akhirnya 'melukai' pertumbuhan.
Sebaliknya, risiko inflasi belum dinilai belum akan membuat BI melanjutkan lebih jauh pengetatan, seperti misalnya dengan kenaikan bunga acuan.
Peluang bagi BI untuk berbalik arah menggunting bunga acuan mungkin baru akan terbuka ketika Federal Reserve (The Fed) akan memulai menurunkan bunga acuan di mana pasar mulai memperkirakan itu akan terjadi mulai Maret tahun depan, atau Mei 2024.
"Ketika The Fed memulai siklus pengguntingan, kami prediksi itu terjadi pada kuartal II-2024, itu akan memberi ruang bagi BI untuk menurunkan bunga acuan jika dianggap perlu berdasarkan pertimbangan domestik," kata Frances Cheung, Strategist dari Oversea-Chinese Banking Corp Ltd. di Singapura, dilansir dari Bloomberg News, Jumat (1/12/2023).
Pasar juga telah mengantisipasi kebijakan BI yang lebih hawkish sejak Oktober lalu terlihat dari kesenjangan yield obligasi 1 tahun dengan bunga acuan yang makin lebar mendekati level ketika pasar dikejutkan dengan kenaikan BI7DRR.
"Kebutuhan untuk menaikkan bunga acuan terlihat kecil. Tapi, niat BI menjaga selisih imbal hasil masih menarik terutama dalam jangka pendek, mungkin tecermin dalam aksi jual surat utang tenor satu tahun yang baru-baru ini terjadi," kata Vijay Vikram Kannan, Macro Strategist Asia di Societe Generale SA di Singapura.
-- dengan bantuan Rosmayanti.
(rui/aji)