Seperti yang diwartakan Bloomberg News, sinyal-sinyal tersebut menunjukkan komentar dari Ketua The Fed Jerome Powell, yang akan berbicara pada hari ini dalam sebuah diskusi yang mungkin memberikan lebih banyak petunjuk.
Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi inti AS, yang merupakan ukuran inflasi dasar yang disukai The Fed, mencatatkan penurunan menunjukkan berkurangnya tekanan harga sejalan dengan perkiraan para ekonom. Hal ini mengikuti bukti dari pasar tenaga kerja dan belanja konsumen yang menunjukkan pertumbuhan yang melambat secara bertahap.
Biro Analisis Ekonomi AS melaporkan, Indeks Harga PCE inti AS, hanya naik 3,5% secara tahunan di Oktober 2023. Sejalan dengan ekspektasi pasar dan menandai perlambatan dari bulan sebelumnya sebesar 3,7%. Secara bulanan, Indeks Harga PCE inti hanya tumbuh 0,2%, melandai dari kenaikan 0,3% pada September 2023.
Tingkat inflasi Indeks Harga PCE tahunan di AS mendingin menjadi 3% pada Oktober 2023, level terendah setidaknya sejak Maret 2021, dari 3,4% dalam tiga bulan sebelumnya, dan sesuai dengan perkiraan. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, pengeluaran konsumsi pribadi flat, terlemah sejak Juli 2022, setelah kenaikan 0,4% pada September dan Agustus kemarin.
Dari regional, tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, Bank Sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BOK) sesuai dengan ekspektasi pasar yang mempertahankan suku bunga acuan di 3,5% selama tujuh bulan berturut-turut di tengah ketidakpastian global dan kekhawatiran mengenai membengkaknya beban utang rumah tangga.
“BOK mempertahankan estimasi Pertumbuhan ekonomi tahun ini di 1,4% namun memangkas pertumbuhan ekonomi untuk tahun depan menjadi 2,1% dari estimasi yang dibuat pada bulan Agustus lalu, 2,2%. Selain itu, BOK menaikkan proyeksi inflasi untuk tahun 2023 dan 2024 menjadi masing-masing 3,6% dan 2,6% dari 3,5% dan 2,4%,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Sebagai sentimen lanjutan, inflasi di Zona Euro juga berhasil melandai dan mendingin menjadi 2,4% secara tahunan pada November 2023, yang merupakan level terendah sejak Juli 2021 dan berhasil di bawah konsensus pasar 2,7%.
Sementara itu, inflasi inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi yang fluktuatif, juga mendingin menjadi 3,6%, menandai level terendah sejak April 2022 dan berada di bawah ekspektasi sebelumnya 3,9%.
Dari dalam negeri, manufaktur Indonesia kembali mengalami ekspansi pada November 2023. Bahkan lajunya lebih cepat ketimbang bulan sebelumnya.
Pada Jumat (1/12/2023), S&P Global mengumumkan aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) ada di level 51,7. Naik dari Oktober sebelumnya yang sebesar 51,5.
Dengan itu, aktivitas manufaktur Indonesia berada di zona ekspansi selama 27 bulan berturut-turut.
Secara umum, dunia usaha memandang kondisi 12 bulan ke depan dengan optimistis dengan harapan situasi pasar yang terus membaik dan stabilitas harga. Level keyakinan dunia usaha naik dari posisi Oktober, tetapi masih di bawah rata-rata historis.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 0,6% ke 7.080 disertai dengan munculnya volume pembelian, pergerakannya pun masih berada di fase uptrend.
“Namun demikian, saat ini posisi IHSG masih diperkirakan berada di akhir wave (i) dari wave [iii], sehingga penguatannya akan relatif terbatas untuk menguji area 7.120,” papar Herditya dalam risetnya.
Herditya juga memberikan catatan, tetap waspadai akan koreksi dari IHSG yang akan membentuk wave (ii) dari wave [iii] ke rentang area 6.929-6.997 sebagai area koreksi terdekatnya.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham ADMR, ARTO, MDKA dan PTRO.
Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG menguji level 7.100. Jika terjadi pembalikan ke kisaran 7.050, maka hal ini merupakan koreksi wajar. Pasalnya, Stochastic RSI kembali memasuki area overbought di atas 80.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan BBCA, BBRI, GOTO, AMRT, AKRA, peluang speculative buy pada CPIN dan PGEO.
(fad/aji)