Adapun, PGN sendiri sebelumnya meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan HGBT itu lantaran mengakibatkan tergerusnya margin perseroan dalam melaksanakan mandatori pemasokan gas untuk 7 sektor industri.
Aturan itu sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91/2023, dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Terkait hal itu, kata Dwi, semestinya PGN tak perlu khawatir. Dia justru menggarisbawahi bahwa program hilirisasi tersebut diharapkan dapat menambah permintaan volume gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) dari industri.
Kompensasi Belum Dibayar
Direktur Sales dan Operasi PGN Ratih Esti Prihatini sebelumnya tidak menampik bahwa penerapan kebijakan HGBT telah mengurangi pendapatan perseroan.
"Hingga saat ini, PGN dan grup yang telah menjalankan perintah itu, hingga mengalami penurunan margin, belum mendapatkan kompensasi dari pemerintah," ujarnya dalam paparan publik secara daring, Rabu (29/11/2023).
Maka dari itu, dia meminta kepada pemerintah untuk kembali melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut.
"Atas pelaksanaan HGBT itu, yang terpenting adalah evaluasi penerapan HGBT, karena pelaksanaan ini secara langsung mengurangi penerimaan negara pada sektor hulu migas."
PGAS melaporkan laba bersih per-kuartal III 2023 sejumlah US$198,49 juta. Angka tersebut turun 36/07% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai US$ 310,52 juta.
Penurunan laba bersih tersebut juga terjadi di tengah kenaikan pendapatan. PGAS membukukan pendapatan sebanyak US$2,69 miliar atau naik tipis dari pendapatan di periode yang sama tahun lalu sejumlah US$2,64 juta.
Ini bukan kali pertama PGAS meminta pemerintah mengevaluasi penetapan harga gas untuk industri. Pada pertengahan kuartal III-2023, perseroan sempat meminta harga gas untuk pelanggan non-HGBT dinaikkan per 1 Oktober.
Corporate Secretary PGN Rachmat Hutama saat itu mengatakan salah satu pertimbangan perusahaan di balik penyesuaian harga gas industri non-HGBT adalah faktor sumber pasokan; yang mencakup gas pipa, LNG, dan gas alam terkompresi atau compressed natural gas (CNG).
“Faktor kedua adalah harga pasokan hulu, dan ketiga adalah kontribusi volume masing-masing pasokan gas,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, medio Agustus.
Rachmat menegaskan harga gas yang diberlakukan PGN kepada pelanggan non-HGBT juga dipengaruhi oleh dinamika dan perubahan di seluruh rantai bisnis gas bumi, termasuk harga yang diberlakukan pemasok gas di hulu alias Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) kepada PGN.
“Sebagai informasi, saat ini terdapat penyesuaian harga untuk perpanjangan pasokan gas dari pemasok gas kepada PGN, sehingga hal ini berdampak langsung ke pelanggan di sisi hilir,” terang Rachmat.
Namun, permintaan PGAS itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang menilai tidak ada alasan bagi perseroan untuk meminta kenaikan harga.
(ibn/wdh)