Bloomberg Technoz, Jakarta – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan keterlambatan operasional atau onstream beberapa megaproyek hulu migas menjadi salah satu faktor produksi siap jual atau lifting di Indonesia masih melempem.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut pada tahun ini, industri hulu migas diadang kendala dari sisi keterlambatan proyek yang diklaimnya sebagai dampak dari pandemi Covid-19 beberapa tahun terakhir.
“Proyek-proyek besar seperti Tangguh Train 3 maupun JTB [Jambaran Tiung Biru] tidak lepas dari pengaruh pandemi. Maka, 2 tahun proyek ini tergeser, sehingga yang diperkirakan akhir 2022 dan [bisa beroperasi] optimal 2023, ini bergeser,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Kamis (30/11/2023).

Pun demikian, Dwi mengatakan rasio penggantian cadangan atau reserves replacement ratio (RRR) minyak dan gas bumi – khususnya melalui eksplorasi – masih bisa dipertahankan di level 100% pada tahun ini.
Atas dasar itu, dia optimistis kegiatan eksplorasi migas di Tanah Air akan memulai momentum kebangkitannya.
“Berbagai temuan [cadangan migas], kami akan laporkan juga dan sudah banyak kami baca. Insyaallah untuk RRR akan 143,7%, jadi ini cukup bagus,” tuturnya.
Bagaimanapun, Dwi tidak menampik target lifting sampai dengan akhir tahun ini akan meleset dari 660.000 barel per hari (bph) sesuai asumsi makro 2023. Sampai dengan Oktober, realisasi produksi siap jual hanya sanggup menyentuh 621.000 bph.
“Kami laporkan, [kinerja lifting] 2022 itu adalah 612.000 bph, sehingga kami sudah cukup gembira bisa mulai kita pertahankan dan kita harapkan sedikit naik [pada tahun ini].”

Penuaan Fasilitas Pertamina
Selain akibat proyek-proyek yang terlambat dari target onstream, Dwi menyebut masalah hulu migas tahun ini berkutat di seputar kebocoran pipa-pipa serta fasilitas yang sudah sangat tua milik PT Pertamina (Persero), seperti di Blok OSES atau Offshore Southeast Sumatra.
“Kemudian juga terbakarnya kabel power sehingga kami harus me-reroute mode off electricity production di OSES; dari tadinya menggunakan kabel menjadi gas. Suplai gas kami belokkan untuk ke OSES dan ini cukup besar mengambil [menurunkan] produksi pada kuartal III-2023. Sekarang [masalah ini] sudah selesai, kami akan recovery terus, sudah dirapatkan dengan Pak Menteri [ESDM Arifin Tasrif].”
Lebih lanjut, Dwi menyebut masalah fasilitas migas yang sudah tua di blok-blok kritis ditargetkan dapat tuntas sepenuhnya pada 2025 atau dipercepat dari target awal pada 2026. Bahkan, dia menyebut Pertamina berkomitmen bisa menyelesaikannya pada akhir 2024.

Salur Gas
Khusus dari sisi hulu gas, Dwi memaparkan realisasi salur gas masih cukup bagus, tetapi Indonesia diadang oleh isu kelebihan pasok gas di Jawa Timur yang belum bisa terdistribusikan sampai ke Jawa Barat.
Jabar – yang merupakan salah satu provinsi basis industri – masih defisit gas lantaran pipa Cirebon—Semarang (Cisem) belum beroperasi sehingga suplai gas tertahan di Jatim sekitar 100 MMSCF.
“Terpaksa kita menahan pasokan di Jatim. Demikian juga dengan [proyek] JTB yang sudah selesai, tetapi belum bisa beroperasi optimal karena keterbatasan penyerapan,” kata Dwi.
Di sisi lain, proyek Tangguh Train 3 – yang akhirnya baru bisa beroperasi bulan ini – disebut Dwi sangat memberi kontribusi besar dalam memacu salur gas di dalam negeri. Proyek tersebut mendistribusikan gas dari Papua Barat ke Aceh.
“Namun, [operasi Train 3] masih bertahap, [belum bisa operasi penuh] karena ada gangguan di commissioning yang muncul. Desember mungkin akan [beroperasi] full sehingga diharapkan pada 2024 bisa menambah produksi gas di Train 3 dan di Indonesia juga.”
Terkait dengan cost recovery hulu migas, Dwi menyebut realisasinya kemungkinan hanya akan mencapai US$7,8 miliar tahun ini, jauh di bawah target tahun ini sebanyak US$8,25 miliar. Adapun, penerimaan negara dari hulu migas diperkirakan US$14,3 miliar atau hanya 90,1% dari target US$15,8 miliar.
Untu investasi jangka panjang di hulu migas, SKK Migas menyiapkan US$13 miliar pada tahun ini. Sampai dengan Oktober, realisasi investasi telah mencapai US$10,2 miliar dan diperkirakan mencapai US$13,8 miliar hingga akhir tahun ini.
(wdh)